Selasa, 10 November 2009

Tugas vb menjelaskan tentang coding kalkulator

Penjelasan sintak pada program kalkulator


Kita membuat variable misalkan:dalam var1as berarti membuat variable dengan tipe data double.setelah selesai membualalu membuat variable. Lalu kita membuat procedure tampil dan nilai disimpan pada xnilai dengan tipe data string jika xfirst benar,maka akan menampilkan apa yang kita tekan pada tombol kalkulator.
Selanjutnya kita membuat procedure proses,dan nilai akan disimpan pada xprintah dengan variable string,jika texthasil kosong maka keluar dari sub,dan selanjutnya kita membuat perintah untuk memilih operator,yaitu x,/+,-jika first bernilai benar,maka perintah sama dengan xperintah,xhasilsama dengan text hasil,setelah itu membuat perhitungan ,kita menggunakan variable oldperintah,bila memilih operator “/” maka text hasil = var1/xhasil dan operator lain seperti x,/,+,- juga sama diatas,menurut operator yang digunakan.
Setelah selesai membuat procedure,maka setiap tombol pada kalkulator berisi sebagai berikut: pada event click: private sub tombol2_click(by val sender as system.object, byval e as system eventargs) handles tombol1. click tampil (“2”).

http://www.purwaloka.com

Rabu, 08 Juli 2009

Tugas Sistem Operasi

Algoritma Round Robin Dengan Waktu Tiba Berbeda


Nama Proses Saat Tiba Lama Proses
A 0 4
B 1 5
C 3 6
D 3 7
E 3 3
F 5 2
G 6 8
H 7 7

Quantum = 2


A A B B A A E E C C D D B B F F
‘0 ‘1 ‘2 ‘3 ‘4 ‘5 ‘6 ‘7 ‘8 ‘9 ’10 ’11 ’12 ’13 ’14 ’15

G G H H E C C D D B G G H H
’16 ’17 ’18 ’19 ‘20 ’21 ‘22 ’23 ’24 ’25 ’26 ’27 ’28 ’29

C C D D G G H H D G G H
’30 ’31 ’32 ’33 ’34 ‘35 ’36 ’37 ’38 ’39 ‘40 ‘41 ‘42


Waiting

B A E C D B F G H E C D B G H C D G H D G H



AWT/Waktu Tunggu

Nama
Proses Saat
Tiba Lama
Proses Waiting Time
A 0 4 0 + ( 4 – 2 ) = 2
B 1 5 ( 2 –1 ) + ( 12 – 4 ) + ( 25 – 13 ) = 21
C 3 6 ( 8 – 3 ) + ( 21 – 10 ) + ( 30 – 23 ) = 23
D 3 7 ( 10 – 3 ) + ( 23 – 12 ) + ( 32 – 24 ) + ( 38 – 33 ) = 31
E 3 3 ( 6 – 3 ) + ( 20 – 8 ) = 15
F 5 2 ( 14 – 5 ) = 9
G 6 8 ( 16 – 6 ) + ( 26 – 18 ) + ( 34 – 28 ) + ( 39 – 33 ) = 30
H 7 7 ( 18 – 7 ) + ( 28 – 20 ) + ( 36 – 30 ) + ( 41 – 38 ) =28

AWT = ( 2 + 21 + 23 + 31 + 15 + 9 + 30 + 28 ) / 8
= 159 / 8
= 19,875 Sekon










Turn Around

Nama
Proses Saat
Tiba Lama
Proses Saat
Mulai Saat
Selesai Lama
Proses
A 0 4 0 6 6
B 1 5 2 26 25
C 3 6 8 32 29
D 3 7 10 39 36
E 3 3 6 21 18
F 5 2 14 16 11
G 6 8 16 41 35
H 7 7 18 42 35
Jumlah =
Rata2 = 195
24,375

PARABEL TANDA-TANDA KEBESARAN

35. PARABEL TANDA-TANDA KEBESARAN
Badan diumpamakan sebagai istana. Tiga alat bagian badan sebagai mentri-mentri. Indra sebagai induk. Tujuan indra adalah kebahagiaan yang terkandung dalam kesenangan.
Badan ini dinamakan istana. Tiga alat bagian dalam (tryatah karana) yaitu buddhimanah dan ahamkaradisebut panglima perang (senapati). Indra-indra di sebut budak dan hamba.
Obyek-obyek indra yaitu suara, sentuhan, bentuk, rasa dan bau di anggap sebagai kesenangan yang selalu dimakan dan diminum. Atman diumpamakan sebagai raja yang menikmati semua itu. Maka atman mendapatkan kepuasan dalam menikmati kesenangan badan. Ia tetap tidak mengenal dirinya. Ia tidak tau sifatnya sendiri. Yang lebih tepat nampaknya beegini=tak punya kesadaran akan sang diri (tan atutur I jati nira). Sebagaimana kita ketahui atman adalah sumber yang mengi-nginkan kebahagiaan fisik. Itulah sebabnya ada orang yang ingin menghias dirinya. Ada orang yang bekerja di sawah,yang mengolah ladang,yang bekerja sebagai tukang besi atau sebagai tukang bangunan (arsitek). Segala macam yang melahirkan kebahagiaan dilakukan terus oleh mereka. Akan tetapi kebahagiaan tidakdiperoleh. Karena itu mereka bekerja kerasmereka tidakkuat memikul beban terus-menerus. Mereka diganggu oleh lintah dan hujan.mereka harus menahan rasa lapar,dahaga,panas dan dingin. Tujuan mereka adalah untuk mencapai kesenangan dari sepuluh indra itu. Seperti seorang budak yang harus melakukan semua perintah dari mereka itu. Oleh karena itu budak yang malang itu menderita kesengsaraan di dunia.

Bhagavan Vraspati menjawab sebagai berikut; O. Guru! Hamba ingin mengetahui secara berurutan (nyasa) sifat Atman yang ada dalam badan. Karena sangat sulit membedakan antara budhi dengan atman,guru dengan senang hati menjelaskan hal ini kepada putranya.

Mahesvara menjawab; sifat-sifatnya adalah sebagai berikut; engkau harus ingat baik-baik . kekuatan tuhan (kriyasakti) memasuki ahamkara,dan ahamkara memasuki vayu (yaitu prana). Vayulah yang bersama atman dan badan.

36. ASAL MULA NADI
sekarang akan ku jelaskan tetang nadi lebih dari tiga. Dengarkanlah;Tiga nadi itu ada di pusar, dibawah pusar, dan pada kanda. Semuanya lahir dari ahamkara.
(jika tryadika dianggap tulisan yang benar, maka harus di tafsirkan bukan dalam arti biasa yaitu;”lebih dari tiga” ‘tetapi punya tiga dasar” , walaupun tidak mudah mengukuhkan tafsiran ini, setelah maneliti beberapa sumber).
Note: tejemahan alinea ke-2 dari belakang (Sloka no:35) kurang tepat.
Sanyanan misalnya = seolah-olah,seakan-akan. Ada yang dinamakan nadi dalam badan,yaitu urat nadi besar dan kecil.Urat-uarat itu ditubuh dari bawah pusar,naik sampai mencapai pusar. Dari sini urat-urat ini bercabang dan menyebar ke atas.inilah kemudian menjadi sumber nadi.ada tiga jenis nadi (disini nadi digunakan sebagai istilah umum yang mencangkup bukan urat nadi tetapi juga urat darah dan urat saraf).

37-38 SEPULUH NADI UTAMA
Ida,pingala,susama,gandari,hastijihva,pusa,alambusa,kuhu dan sankhini kesepuluh.sekarang akan ku jelaskan tetang nadi ini.
Nadi yang besar ada sepuluh,yaitu ida ,pingala,susuma,I,hastijihva,puspa,alambusa,kuhk,dan sankhini.ida adalah nadi pada pinggang sebelah kanan,pinggala adalah sebelah kiri,susuma adalah tengah-tengah .cabang-cabangnya sampai ke hidung . cabang-cabang sampai ke hidung. Hidung mempunyai tiga lubang. Lubang yang di tengah tertutup ,jadi masih ada dua lubang di hidung . cabang-cabang lain mencapai tengkorak yang dinamakan sivadvara.dajuga cabang-cabang nadi pada tangan,kaki,jari-jari tangan dan jari-jari kaki.urat-urat itu bertumpang tindih,ada di bagian dalam ,saling memotong dan tegak .nadi sampai pada kaki . cabang-cabang itu mempunyai ranting-ranting . urat-urat itu masuk dalam daging sampai pada lapisan kulit.lalu berubah menjadi bulu badan.itulah urat-urat nadi dalam badan.

39-40 SEPULUH PRANA
sepuluh nadi utama disebut saluran prana.sepuluh prana yang di terangkan oleh siva adalah prana,apana,samana, udana,vyana,naga,kurma,krkana,devadatta,dhananjaya,angion itu berbeda-beda karena tugasnya berbeda-beda.

41. PRANA
prana ada dimulut.alpana ada di bawah,samana di jantung,udana di kepala,dan vyana di seluruh persendian di tangan dan kaki.Angin prana ada di mulut dan hidung.tugasnya untuk mengeluarkan nafas.prana dad juga dalam dada. Semua angin yang lain begerak karena prana.

42.APANA
Apana(angina yang lebih rendah) ada pada sperma dan air seni,angina apana ada pada dubur dan alat kelamin. Fungsinya untuk mengeluarkan sperma,darah,kotoran,dan air seni.fungsi lain untuk”buang angin”.

43.SAMANA
Apa yang diminum menghasilkan darah , apa yang dimakan menjadi empedu ,dan apa yang dicium menjadi lender.angin yang di sebut samana bekerja merata diseluruh badan (samana-gatih). Angina samana berada di hati . tugasnya ialah merubah zat makanan menjadi empedu. Zat minuman menjadi darah dan zat yang dicium menjadi lender yaitu ingus dan ludah.itulah fungsi angina samana yang ada dihati.

44.UDANA
Angin udana (ud-ana) menggerakan (u-vejayanti) bagian-bagian yang vital . angina udana ada di tengkorak . fungsinya adalah untuk mengerakan mata ,untuk mengerutkan dahi dan untuk menumbuhkan rambut.

45.VYANA
vyana diartikan sebagai pemisah . ia memperparah penyakit . ia mengerakkan. Ia menyebabkan marah dan usia tua.Angin vyana ada di seluruh persendian anggota badan.fungsinya adalah untuk berjalan, merentangkan,menyentuh,seluruh gerakan persendian anggota badan. Disamping itu untuk fungsi ketidak sadaran,marah dan usia tua.

46.NAGA,KURMA,KRKARA,DEVADATTA,DHANANJAYA
Naga ada bila menyemburkan (muntah) ,kurma bila membuka mata, krkara bila bersin, dan devadantta bila menguap. Fungsi angin naga ialah untuk menyemburkan (atau muntah?) .fungsi angin kurma untuk mengedipkan mata,fungsi angina krkara untuk bersin,fungsi angina devadantta untuk menguap.fungsi angina dhananjaya untuk menghasilkan suara .pada saat meninggal ,angina dhananjaya tetap berada dalam jenazah.semua angina itu sebenarnya satu,Oleh karena masing-masing punya tugas ,maka angina itu dibagi menjadi beberapa jenis. Karena itu ia punya nama,untuk membeda-bedakanya. (dapat pula diartikan sebagai berikut; semua angin itu ,melekukan fungsinya masing-masing. Ada banyak macam angina. Itulah sebabnya ,walawpun banyak disebut”satu kata” :angin ). Inilah yang mengikat aturan dengan badanikatan itu sangat kuat.Oleh sebab itu atman merasa visanta (damai?) bila pindah kea lam lain .apakah yang di sebut alam lain itu? Alam itu disebut pancapada yang engkau harus ketahui sebagai tempat atman yang berwujud.
47.LIMA KEADAAN ATMAN (PANCAPADA)
Dalam keadaan melek ,mata melihat. Semua nyata dan dalam bermacam-macam bentuk .keadaan tidur menyerupai buih dan berubah-ubah seperti maya. Keadaan tidur tetap seperti malam kelam, sama sekali tidak tergambarkan.keadaan keempat adalah halus,diluar alam pikiran,tak termusnakan ,orang bijaksana mengatakan sebagai nirvana. (juga dapat diterjemahkan untuk menjelaskan kelima jenis pancapada itu sebagai berikut; keadaan keempat adalah halus dan (yang kelima)yang diluar alam pikiran dan tak terbinasakan adalah apa yang oleh orang bijaksana disebut nirvana) pancapada itu adalah jagrapada ,svapnapada,susuptapada ,turyapada, dan turyantapada. Pada artinya tempat tinggal atman. Semuanya ada lima.karena itu dinamakan pancapada .jagrapada artinya pada saat melek ,kesadaran,tidak begitu tinggi . dalam keadaan seperti ini atman dapat di lihat dan di rasakan dengan jelas keadaan ini disebut visva.adapun svapnapada artinya kurang jelas ,seperti bayangan dalam air .jika airnya tenag bayangan itu akan jelas.jika air itu bergerak ,bayangan itu tidak jelas.begitupula wujud atman,tidak akan jelas karena semua jenis tempat seperti wujud atman. Keadaan ini disebut taijasa,kini penjelasan tetang susuptapada ia seperti saat tidur lelap.ia berwujud kosong ,tidak sadar nirvana,tanpa keinginan,tidak telihat atau teralami.itulah penjelasan tetang susuptapada. Atman kehilangan kesadaran ia begabung dengan acetana,ia tidak mengalami apa-apa,ia dalam alam tidak sadar .keadaan ini disebut sripada.jagrapada,svapnapada,dan susuptapada di tempat atman .hal ini disebut atmasamsara,kesadaran dibagi-bagikan diantara para dewa ,manusia dan binatang. Surga dan neraka adalah perwujudanya .sedangkan turyapada disebut sebagai atmasiddhi. Sebentar lagi aku akan bicara tetang yogakrama dan turyantapada . jagra,savana,dan susupta berulang kali kembalikepada atman.ai ada pada jagra,ada pada svapna dan adapula pada susupta.ia berarti melek ,tertidur dalam mimpi .inilah yang menjadi tujuan (visaya) dunia.
Bhagawan vraspati berkata kembali : atman yang sedang berada pada jagrapada ,selama tertidur ia lenyap dan tidak memopunyai kesadaran akan alam dunia .orang yang sedang tidur sama seperti orang mati,ia dalam keadaan viparita(“awalnya hidup”) .bisa terjadi ia berubah menjadi mati ,hilang tanpa sadar kembali .atman lenyap dan tidak melihat lagi .maksud putranda ,O guru adalah demikian :karena semua yang di alami ,guru sebut cetana, maka apakah tidak benar bahwa perwujudan atman adalah cetana kerena orang yang tertidur hidup kembali ?Apakah artinya ini? Mahesvara menjawab ,semua tattva telah aku jelaskan .pradhanatattva adalah acetana dan sifatnya ketidaksadaran .atman yang masuk pradhanatattva ,jadi viparita (“berlawanan degan sifatnya serdiri, yaitu acetana”).
Bhagavan vraspati berkata :inilah keragu-raguan yang ada dalam pikiran putranda , ketidak sadaranlah yang menjadi penebusan atman menurut konsep putranda karena kesadaran timbul dari ketidak sadaran .kesadaran artinya mengalami senang dan sakit .senang dan sakit adalah samsara.samsara berarti mengalami, jadi tidak benar jika kita mengatakan bahwa pengalaman ini sebagai kenyataan tertiggi (visesa).ketidak-sadaran ialah apa yang dinamakan visesa karena ia tidak mengalami senang maupun sakit.demikianlah kata Begawan vraspati.
Mahesvara menjawab:anakku O vraspati ,aku akan menjawab pertanyaanmu .menurut pendapatmu ketidak-sadran adalah visesa.tetapi ketidak sadaran adalah acetana .acetana ini di cari oleh cetana .seperti halnya tanah liat yang di pakai untuk membuat periuk. Orang membuat periuk ini adalah orang yang mencarinya .tanah liat adalah acetana .karena ia tidak mengalami orangnya adalah acetana, Acetanalah yang dibentuk orang itu .pembuatan periuk,kendaraan (?),pembungkus (? Atau payung) ,dan lain-lain adalah keinginan cetana.yang ingin membuatnya,orang yang membuat periuk dapat disamakan dengan tuhan.ia menurutikehendaknya yaitu acetana,sifat ketidak sadaran adalah acetana.maka itu tidaklah benar menamakannya,paramartha,yang engkau sebut visesa.demikian kata sang guru.
Bhagawan vhraspati menjawab: anakku vraspati ,pertanyaanmu telah aku jawab, mengapa engkau ulang-ulang terus pertanyaan itu. Bila cetana orang yang sedang tidur lenyapia tertebus,ia tidak akan pernah mengalami lagimenurut pendapatmu takada (asal) adalah kenyataan tertinggi (visesa) jika tak ada (asal) adalah sifat visesa , mengapa ia ada (sat) setelah ada (sat) ia lagi menjadi ada(sat)demikian lah konsep visesa.demikianlah konsep paramarta. Inilah yang disebut viparitajnana (pengetahuan yang salah ) telah di nyatakan dimana-mana sebagai kebingunggan .ini tidak akan menjadi terjadi karena ada pengetahuan pandita.
Bagawan vraspati bertanya;apakah yang dikatakan pramartha,O gurunda, mohon dijelaskan kepada ananda.demikian kata vraspati. Mahesvara menjawab.

48 KENYATAAN TERTINGGI (paramartha)
Ketiadaan akan adanya (shad-bhava) dan lepas dari tidak adanya (asad-bhava), tidak ada lagi yang tak terpisahkan dan tanpa batasan (yaitu paramartha).Visesa bukan ketidak-adaan ia ada karena mungkin engkau berpendapat bahwa sifatnya ada dan tidak ada (ketahuilah) ia tidak ada, tidak pula mempunyai badan.bila engkau berpendapat bahwa hal itu tidak bias di jelaskan ,karena memang ketentuan itu tidak tidak dapat di buktikan ;nah,akan aku buktikan hal itu.

49.WALAWPUN TIDAK TAMPAK YANG MAHA UTAMA ITU ADA
seperti halnya minyak dalam susu ,api dalam kayu,air dan awan,angina dan udara (tidak tampak),demikian pula lah rajah, tamah dan manah pada manusia ia ada,(sat), tetapi tidak ada (na-sat),kerena wujudnya tidak biasa di tangkap dalam alam yang nyata ini. Bagaimana pendapatmu tetang api yang ada dalam kuyu.mengapa benda yang tidak dapat dilihat dikatakan ada? Karena kayu tidak di baker oleh api itu, engkau kira api tidak ada,tetapi jika ia keluar dari kayu itu,bagaimana pendapatmu? Bagaimana engkau akan mengambil keputusan?begitu pula minyak yang keluar dari susu,dapat engkau katakana bahwa ia ada juga dapat engkau katakana bahwa susu itu adalah air.dan minyak tidak ada,ia ada dan ia tidak ada,bagaimana masalah ini? Sesuatu yang bersifat luar seperti inilah ,tidak dapat dijelaskan .dalam fikiranmu ia di katakan sebagai visesa,dalam hal sesuatu yang bersifat luar,visesa yang suci itu dapat dibandingkan dengan api dan minyak ,ia tidak dapat dijelaskan ,da sulit meyakinkan bagaimana pendapatmu tentang ini? Ia halus tidak dapat di jelaskan ,sulit sekali menangkap .inilah disebut visesa,jika tuhan itu ada (sat) ia dapat di pegang ,dan dapat mengalami penderitaan dunia.jika ia di anggap tidak ada,(asat)seperti yang engkau katakana, lalu bagaimana seluruh ala mini ada,termasuk hidupmu. Bagaimana semuanya ini ada jika tuhan tidak ada.oleh karena itu pendapatmu itu keliru,mengenai halangnya atman pada saat tertidur. Ia memasuki pradhanatattva. Pradhanatattva,yang menyebabkan ketidak-sadaran atman,apakah sebabnya orang yang tidur tidak mati.sementara ia tidak sadar akan badannya,ketahuilah,bahwa itu tujuan adanya lima angina yang dijelaskan,sebelumnya.lima unsure itu berfungsi sebagai pengikat atman.oleh karena itu orang yang tidur tidak terus mati.
Bhagavan vraspati menjawab:yang guru katakana tentang lima angina itu tidak jelas dalam pikiran ananda,karena itu ada sifat khusus pada angina yang menjadi pengikat atman.apakah sifat-sifatnya itu?bagaimana kita dapat memegangnya ketika ia ada di dalam badan?mohon hal ini di jelaskan sehingga pengertian ananda menjadi mantap, OGurunda.
Mahesvara menjawab:

50.KERAGUAN-RAGUAN VRASPATI LENYAP
Putra yang sangat mahir ini tahu kenyataan,memiliki ilmu dikenal dengan vraspati sungguh bagus jika engkau menjadi guru spiritual,kerena kini engkau telah mahir dalam ilmu pengetahuan tentang segala tatva dan intisari ajaranku telah kau pahami. Akan tetapi karena ilmu pengetahuan ini benar-benar rahasia.janganlah engkau ceritakan dalam forum orang banyak.tidak lama lagi tak satu ilmupun yang ketinggalan . akan ku ajarkan kepadamu, apa yang dimanakan prayogasandhi. Ilmu ini di rahasiakan oleh para yogosvara.demikian kata guru.
Bhagavan vrhasphati menjawab:Ada lagi yang ananda ragukan . yang oleh guru namakan cetana adalah jnasvabhava yaitu memiliki ilmu pengetahuan sebagai sifatnya. Kiranya ada dua macam-tahu dan di ketahui ,sebagai tahu dan sebagai diketahui.O gurunda , pandangan ananda adalah visesa menurut guru ,tanpa penjelasan (alaksana) ,namun ia tidak lagi tanpa penjelasan (ketika guru menamakannya jnanasvabhava) begitulah pengertian hamba . agar pengetahuan hamba manjadi mantap, O gurunda,kasihanilah hamba dan hilangkan keraguan hamba , demikian kata bhagavan vhaspati.
Mahesvara menjawab: cetana itu tetap tanpa penjelasan (alaksana) bila ia cetana dalam arti yang utama (pharamarta cetana ) ,ada tiga macam cetana ,sebagaimana yang telah di jelaskan .cetana itu telah di anggap sempurna, sebagai dasar dari semua tattva. Tiga cetana itu adalah:parasivatattva, sadhasivatattva,dan sivatattva.sivatattva artinya; kebahagiaan yang tidak berubah menjadi ketidak-bahagiaan.sadhasivatattva artinya; kebahagiaan tanpa dasar dan tanpa puncak. Parasivatattva artinya; kebahagiaan yang tidak nyata, (niskala),yang tidak,dapat di yakinkan dan tidak mempunyai sifat.bila aku menyatakan ini seolah-olah aku gila. O anakku , karena itu sulit di mengerti oleh manusia.sudah menjadi sifat manusia bahwa pengetahuannya terbatas.pengetahuanya sangat sedikit . ia hanya mampu melihat yang dekat .masa hidupnya pendek.kebodohan dan penderitaanya besar.ia hanya tau apa yang di alami .tattva ini di bicarakan sebatas pengetahuannya,ia merasa puas dengan pengetahuan tattvanya itu dalam batas kemampuan dan keyakinannya.:dan itulah yang dia pegang. Oleh karena itu pengetahuanya terbatas.,seperti juga pengetahuanya,itulah kualitas manusia. Ia digantikan oleh para dewa.tetapi egkau anakku sebagai guru sepiritual. Seharusnya tidak mengubah-ubah pengetahuan.pengetahuan ini sangat sulit dipahami, sangat dalam,sulit dan hanya tepat untuk para pertapa. Pengetahuanmu ini tentabg myatattva,cetana ialah yang mengalami.mayatattva ialah yang dialami,.oleh karena mayatattva sangat halus,transparan (?) dan tak tersentuh,ia di sebut maya,apa yang tadi kau sebut visesa,adalah mayatattva.ketahuilah bahwa mya artinya pikiran berat .karena ia menutup kekuatan purusa. Apakah kekuatan itu? Segala pengetahuan dan segala perbuatan.kekuatan purusa itu hilang bila ia masuk ke alam maya.Akhirnya itulah tanda mayatattva,tetapi mayatattva itu suci,
Mayatattva melahirkan pradhanatattva adalah bentuk kasar dari mayatattva. Ia mewujutkan dirinya degan menjadi puruse dalam ketidak –sadaran. Oleh karena ketidak-sadaran di hasilkan olah pradhanatattva. Makanya purusa menjadi nama atman.(kata purusa terdiri dari kata puru dan sete. Puru artinya tempat tinggal tempat atman ialah pradhanatattva. Sete artinya atman tidur disana) jadi atman menjadi purusa.itulah yang disebut mengalami. Itu yang di namakan cetanasamara. Tetapi tiu yang disebut visesa yang bekas dari myatattva .pradhanatattva. tidak di bicarakan (yakni pradhanatattva sama sekali tidak tergambarkan ) karena itu ia tidak ada penjelasan (alaksana) tak dapat di yakinkan .oleh sebab itu engkau harus berhati-hati .jangan biarkan pendapatmu berubah-ubah ,karena ia adalah hakekat hidupmu. Pengetahuanmu mampu menjangkaunya. Engkau harus mempelajarinya.demikian kata mahesvara.
Bhagavan vraspati bertanya:

51. JALAN MANAKAH YANG DI TEMPUH?
Pengetahuan manakah sebagai jalan untuk di tempuh? Penebusan dosa dan sumpah manakah yang tertinggi? O, siva yang maha mulia ,uraikanlah hakekat itu kepada hamba O,guru , jalan pengetahuan manakah yang bener,jalan manakah yang kiranya untuk mencapai yang disebut visesa? Apakah macam penubusan dosa dan sumpahnya, ? kasihanilah putranda. Ajarkan kepada hamba penebusan dosa dan sumpah yang sesungguhnya yang dapat di tempuh. Demikian kata bhagavan vrhaspati.

52.TIGA JALAN MENCAPAI MOKSA
moksa dapat dicapai melalui tiga jalan :dengan mempelajari segala ilmu pengetahuan ,dengan melepaskan diri (ayoga) dari segala indrya . dan dengan menghilangkan pengaruh nafsu .
Ada tiga cara yang harus dilakukan orang jika ingin mencapai moksa,
Jnanabhyudreka artinya pengetahuan tentang semua tattva indriyayogamarga artinya orang yang tidak menikmati indrya.trsnadosaksaya yang berarti orang memusnahkan buah perbuatan baik dan buruk.ketiga hal inilah yang harus dilaksanakan .jika engkau mau melaksanakannya engkau harus pusatkan pda pusar (yaitu pada intinya) .sama halnya dengan jala ,jika pusatnya di tarik seluruh jala dan pemberatnya akan ikut .demikianlah rahasia ilmu itu ,pusat ketiga jalan itu ,pada pada ilmu yang manakah yang harus engkau pusatkan ,?ketahuilah bahwa cetana itu terang (prakasa) dalam pengetahuan . prakasa artinya apa yang tidak padam .apa yang tidak diliputi dengan kegelapan ,apa yang tidak di pengaruhi oleh pramana, apa yang tetap tenag ,apa yang tidak terbungkus ,karena ia adalah perwujudan tuhan,yang ada dalam badan .ia harus di biarkan terus besar, dan harus dilaksanakan terus ,karena memang sifatnya demikian .maka cetana di laksanakan pula dan hasilnya adalah aivatattva.
Bhagavan vhraspati berkata,; ada suatu pendapat lagi yang ananda dengar ,O guru . karena hidup mengikat badan ,maka ia resah selama ia ada .penjelasanya begini:lihatlah orang-orang yang sedang sakit,luka karena senjata tajam dan keracunan. Itulah yang diderita mereka.luka dan penyakit mereka menyebabkan kematian .mati berarti penghancuran tanpa rasa enak.(?) jelaslah bahwa badan dapat menyebabkan (?) keresahan dalam hidup (?) arti sebenernya ialah bahwa hidup mengalami penderitaan. Mati adalah pembebasan ,karena bila telah musnah ,orang tidak mengalami penderitaan.demikianlah pendapat itu,O guru.
Mahesvara menjawab; jangan mengatakan hal itu dalam pertemuan; pendapat seperti itu memalukan .berapa jauhkah batas mata dapat melihat apa yang di lihat dan apa yang di perhatikan. Apa kah mati itu?tidak lahir kembali. Apakah hubunganya perbuatan baik dan buruk ,yang telah di lakukan,? Engkau tidak dapat membuktikan kata-kata itu.ada matahari yamg dapat kita lihat dengan jelas.tahu kah kau darimana ia terbit dan darimana ia terbenam? Timur adalah tempat terbitnya dan barat adalah tempat terbenamnya,jika engkau yang mengatakan ia yang muncul kemarin adalah orang yang muncul hari ini,dan jika engkau mengira bahwa ia kembali karena ia dilihat dengan jelas di timur.dan jelas ia dilihat kembali;dan jika engkau mengira engkau mengetahui,itu tidak benar lain orang yang muncul kemarin ,lain pula orang yang muncul hari ini. Jika engkau mengira wajahnya sama,tanpa perbedaan ,mereka memang sama. Bagaimana engkau dapat melihat kumpulan matahari?bagaimana dapat engkau ketahui jumblahnya? Karena orang yang menganggap mereka berbeda,ia berkata bohong.jelas ia tidak punya pengetahuan tentang itu .oleh karena itu orang yang dilihat dan orang yang melihat bukan bukti yang tepat .yang demikian itu adalah pendapat orang yang sangat bertentangan.bingung dalam kegelapan tanpa cahaya, jangankan sinar pada siang hari ,orang yang berkata semaunya,oleh karena itu pramanopama terdapat dalam kitab suci, ia memberikan bimbingan batin maka jangan engkau percaya dengan pengetahuan yang di berikan tadi,oleh sebab itu anakku vraspati ,engkau harus berhati-hati jangan mendegarkan kata-kata yang bertentangan denga pramana,karena kitab suci dan pramana saling menunjang .itulah sifatnya pada saat yang di namakan mati atman dan badan terpisah dari lima unsure fisik itu, karena meras puas akan pengetahuanya,ia tidakpernah melakukan apa-apa hanya cetana yang tetap di junjung olehnya,karena ia tahu pasti bahwa itulah yang tertinggi .sastratah artinya ajaran-ajaran kitab suci,svatah berarti ilmu pengetahuan yang ia sendiri peroleh tentang visesa .itulah jalan yogisvara, jadi inilah pusat jala ,yang akan ku katakana sebelumnya kepadamu .
(terjemahan lain ; orang yang mengetahui seluruh konsepketuhanan dan bhuvanatattva) sekarang akan ku jelaskan tentang yoga;

53 ENAM MACAM YOGA
pratyahara (penarikan diri) dhyana (meditasi),pranayama (pengendalian nafas ),dharana (menahan), traka (renungan,)Samadhi (konsentrasi),-itulah ke enam cabang yoga.
Sadangayoga,menyatakan bagi orang yang ingin mencapai visesa.pikiranmu harus tanggap ;tidak hanya mendengarkan ajaran suci,patut kita ketahui pratyahara yoga ,dhyana yoga,pranayama yoga ,dharana yoga,tarka yoga,dan sama yoga .ini disebut sadangayoga.
Sekarang kita bicarakan:

54. PRATYAHARA YOGA
pratyahara (penarikan),artinya penarikan indrya dari obyeknya ,dengan upaya dan pikiran yang tenang .
semua indrya harus di tarik dari obyeknya.citta budhi dan manah tidak dibolehkan bergerak kesan kemari. Ia harus di jaga oleh citta yang murni.ini pratyaharayoga.

55. DHYANAYOGA
dhyana (meditasi) adalah yoga yang terus-menerus memusatkan pikiran kepada suatu bentuk yang tak berpasangan,tak berubah,damai dan tak bergerak.
Pengetahuan yang tak berpasangan tak berubah indah dan tenang,tetap stabil,tanpa selubung yang demikian itulah dhyanayoga.

56. PRANAYAMAYOGA
pranayama (pengaturan nafas) ialah menutup semua jalan keluar dan mengambil kekuatan dari udara dan mengeluarkan nafas dari batok kepala (pada saat mininggal).semua jalan kel;uar harus ditutup mata ,hidung, mulut telinga,nafas yang telah ditarik dikeluarkan melalui batok kepala .jika orang tidak mengeluarkan nafas dengan cara ini makanafas akan keluar melalui hidung,tetapi ia hanya mengeluarkan sebagian kecil dari nafas itu inilah yang dinamakan pranayamayoga.

57. DHARANAYOGA
Om kara yang merupakan sifat siva harus di tempatkan dalam hati penuh dengan tattva karena om kara di pegang terus maka dinamakan “menahan” dharana.
Suara om kara bertempat di hati .orang harus memusatkan pikiran kepadanya.bila ia lenyap dan tidak didengar padasaat beryoga dinamakan sifatman dalam keadaan seperti itu bhatara siva bersifat kosong.inilah dharanayoga.

58. TARKAYOGA
tarka (renungan) ialah terus-menerus memusatkan pikiran kepadanya,yang berwujud sangat halus,tetap dan tenang dan hening .engkau harus mengetahui bahwa paramartha sagat halus.tetapi ada juga bedanya dengan yang halusitu yaitu bahwa paramartha tanpa suara .itulah penjelasan paramartha yang dapat di persamakan dengan akasa.ia suci .itulah yang disebut tarkayoga.

59.SAMADHIYOGA
Samadhi (konsentrasi) ialah terus-menerus merenungkan-Nya sebagai yang mutlak ,tidak dapat di jelaskan ,tanpa nafsu,tenag ,tak berubah dan tanpa cirri.
Jnana (pengetahuan) itu mutlak tak dapat dijelaskan ,tanpa nafsu ,tanpa tujuan ,suci,tak terselubung ,dan tak terbinasakan .cetana ini tak bertujuan (?) ia tidak mempunyai kesadaran fisik ia bebas dari caturkalpana,caturkalpana artinya ; pengetahuan dan di ketahui ,sarana untuk mengetahui dan orang yang tahu,itulah ke empat kalpana semua itu tidak ada pada yogisvara.inilah yang dinamakan samadhiyoga.
Sadangyoga ini patut di kethui oleh seorang pandita.dengan demikian orang akan mencapai visesa.sifat yogisvara iniharus di tunjang oleh sepuluh kebajikan (dasasila).

60-61. DASASILA (= YAMA DAN NIYAMA)
tidak menyakiti (ahimsa) ,tidak kawin (brahmacari), tidak bohong (satya),tidak pamrih (avyavahara),,dan tidak mencuri (astenya); lima sifat ini disebut yama oleh rudra.(60).tidak marah (akroda),hormat kepada guru (guru susrusa),suci (sauca),makan sederhana (aharalaghava) ,ketaatan (apramada),;lima sifat ini disebut nyama,(61),ahimsa artinya tidak membunuh .brahmacarya artinya tidak ingin kawin.satya artinya tidak berbohong,avyavaharika artinya tidak berpekara,tidak melakukan jual beli,tidak mempersoalkan benar atau salah,astenya artinya tidak mencuri ,tidak mengambil milik orang lain tanpa ijin.
Akroda artinya tidak marah yang tidak terkendali.guru susrusa artinya mengabdi,hormat kepada guru .sauca artinya teratur ,beribadah dan menyucikan lahir batin .aharalaghava artinya tidak makan berlebihan,.apramada artinya tidak berbuat sembarangan,.orang harus mengabdikan hidupnya dalam melaksanakan yogasamadi.orang harus selalu siap melakukan sadhana. Sadhana artinya bersifat yogi ,yang mempunyai pengaruh terhadap dasa sila.dasa sila menunjang yoga.inilah yang dikatakan mendudukan dan di dudukan,orang berupaya melakukan hal itu,sila dan pengetahuan dikatakan tidak sembarangan. Sepuluh indra itu memantapkan yogisvara dalam samadhinya.karena itu yogi mem,peroleh pengetahuan.itu yang dinamakan empat situasi(turyapada) .bila diperoleh pengetahuan yang tidak bersifat jasmaniah.,tidak besifat mayatattva,ini dinamakan turyapada,maka ia di sebut jivanmukta,yaitu mendapatkan kebebasan (moksa) pada waktu masih hidup.karena niskala telah dicapai olehnya,melalui Samadhi,mengapa jasmaninya tidak di binasakan? Karena ia menyadari bahwa karmavasana belum terbinasakan.kini ia di musnahkan dengan api yoga.dengan cara itu ia membersihkan kotoran.jagrapada bertemu dengan turyapada.dengan pertemuan itu maka lahirlah saptanga,saptagni,dan saptamrta.
Dengarkan penjelasan sptanga;

62.SAPTANGA
dengarkanlah apa “tujuh unsur” (saptanga) itu, yaitu tanah, air, cahaya,udara,ether,budhi,dan manah .
sekarang penjelasan saptagni;

63.SAPTAGNI
“tujuh api”(saptagni) itu adalah yang tercantum,yang merasakan, yang melihat,yang menyentuh ,yang mendengar,yang berfikir dan yang mengetahui.ghrata artinya yang mencium,rasayita artinya yang merasakan, enam rasa (sadrasa) .drasta artinya yang melihat, sprasta artinya yang menyentuh..srota artinya yang mendengar, manta artinya yang berfikir, baddha artinya yangmengetahui. Itulah yang disebut tujuh api .pengetahuan semacam ini di miliki oleh yogisvara. Karena itu ia mampu membersihkan kotoran dalam badan.
Berikut penjelasan saptamrta;

64.SAPTAMRTA
suara,sentuhan,bentuk,rasa,bau,;pikiran dan pengetahuandinamakan tujuh unsure hidup (saptamrta).
Suara tedengar,sentuhan rasa,bentuk terlihat,rasa di kecap,bau tercium,pikiran untuk befikir,pengetahuan di pelajari.inilah yang dinamakan tujuh amrta. Semuanya itu merupakan buah,semuanya itu di ketahui oleh yogisvara, begitu pula karmasavana, ini berarti segala yang di pikirkan olehnya di kendalikan olehnya,terkendali artinya menurut oerintah dharana, dhyana, dan Samadhi. Ia merasa puas jika ia mempunyai kesadaran akan semua itu.karena itu ia selalu terkonsentrasikan. (sadasamahita) kepada tuhan .dan bila ia terus menerus terkonsentrasikan kepada tuhan,tanpa berhenti maka tuhan terwujud dari dirinya.

65. SIVAGNI
Dewa agni memusnahkan seliruh dosa yang telah menumpuk.kemudian siva,seperti cintamani,memenuhi segala keinginan.seluruh dosa beserta karmavasana seorang yogisvara dimusnakan oleh tuhan dalam siwagni.bila memusnahkan karmavasana,telah selesai ,maka konsentrasinya menjadi kuat dan kokoh. Tuhan selalu ada dalam dirinya .karena itu ia dikatakan cintamani, segala yang ia inginkan terpenuhi .sebagai manifestasinya ia mendapat delapan aisvarya.

66. DELAPAN AISVARYA
Anima,laghima,mahima,prapti,prakamya,asitva,vasitva,dan yatrakamavasayitva (itulah delapan aisvarya atau kekuatan gaib) .
Penjelasan anima adalah sebagai berikut;

67.ANIMA
Badan seperti yang di inginkan ,meninggakan wujud kasarnya,dan menjadi sangat halus maka dinamakan anima.
(bacaan bagian ketiga tidak tepat)
Badan kasarnya berubah menjadi sangat halus halus artinya bahwa ia mampu dating dan pergi tanpadi ketahui oleh orang yang tak berpengetahuan, seperti anak kecil masuk dalam air,begitu pula seorang yogisvara masuk dan keluar dari tanah .tidak ada yang menghalangi dalam geraknya,.ia mampu menembus gunung atau batu besar .tidak ada yang tertinggal .badanya lenyap begitu saja .inilah yang di sebut anima (amat halus).
Berikut penjelasan tentang laghima;

68. LAGHIMA
Apa yang dahulu berat seketika menjadi ringan seperti kapas ;itulah laghima.
Badan yang dulu berat tiba-tiba menjadi ringan seperti kapas. Oleh karena itu yogisvara melakukan apa yang di kehendaki .semua mungkin baginya,apakah pergi ke surga,ke tujuh alam, atau ke tujuh bhuvana.juga mungkin berkelilingdalam jagat raya ini, ia mempunyai kekuatan untuk pergi kemanapun ai suka, itulah yang di sebut laghima (amat ringan).
Berikut penjelasan tentang mahima;

69.MAHIMA
kemana saja ia bias pergi sesuka hatinya,disana ia bisa tinggal sesuka hatinya,dan dimana-mana ia di hormati ia dinamakan mahima.
Ia berkeliling ke berbagai tempat .di tempat itu ia di sambut ,di hormati,dan di beri segala yang menyenangkan .makanan dan hadiah itulah yang dinamakan –mahima .
Berikut penjelasan tentang prapti;

70.PRAPTI
…………….untuk mendapatkan segala-galanya.itulah yang dinamakan prapti.
(tejemah baik pertama tidak tepat)
segala sesuatu yang di inginkan oleh yogisvara,ia dapatkan tanpa mencari dan tanpa meminta. Apa saja yang di inginkan bahkan sejumblah besar karmavasana,ia behasil mendapatkan demi kebahagiaannya.
Bila ia memperoleh kebahagiaan ini. Untuk segera menghentikan karmaphala. Ia merubah dirinya menjadi sahasradeha, yaitu ia mempunyai seribu bada untuk menikmati surga. Ia menikmati segala-galanya .umpamanya wanita cantiok yang ada disana. Bhoga,upabhoga, dan paribhoga.
Bila ia selesai menikmati semua itu ia merasa kenyang (?wisata) ia tidak memikul beban karmaphala,itulah yang disebut prapti.
Berikut penjelasan tentang prakaMya;

71. PRAKAMYA
jika wujud itu di ciptakan oleh dirinya sendiri dan juga di capai oleh dirinya sendiri,makakarena wujud itu di ciptakan sekehendak hatinya,ia disebut prakamya.
Yatheccha yogisvara, yaitu wujud apa saja ia inginkan,apakah tuhan,manusia atau binatang,wujud itu diberikan keapadanyadan berfungsi sebagai wadahnya,itulah yang dinamakan prakamya.
Berikut penjelasan isitva.;

72.ISITVA
Bahwaia selalu pergi kea lam brahma, visnu,indra,dan surya untuk berbakti kepada para dewa,ini dinamakan isitva, bila ia pergi ke surga untuk menyenangkan hatinya ia punya kekuasaan untuk menundukan brahma,visnu,indra dan surya di surga ,jangankan paradewa,karena tuhan ,raja ada dalam yogisvara. Oleh karena itu yogisvara mempunyai kekuasaan untuk mengendalikan semua dewa ,itulah yang di sebut isitva. Berikut penjelasan vasitva;

73. VASITVA
(sanskertanya tidak jelas )
ia mempunyai kekuasaan untuk memberi perintah kepada para dewa dan untuk menyerang mereka ,jika mereka tidak patuh ,karena ia yang memiliki seluruh jagat raya ini.itulah vasitva .
berikut penjelasan tentang yatrakamavasayitva;

74.YATRAKAMASAYITVA DAN HAMBATAN DALAM YOGA
yatrakamavasayitva adalah keinginan untuk memiliki wujud wujudnya sedemikian rupa sehigga ia dapat menghukum para dewa,manusia dan binatang .,siapa saja yang melanggarnya .itulah yang dinamakan yatrakamavasayitva .inilah depan aisvarya, semua itu adalah akibat dari sifat yogisvara.
Jika konsentrasi yogisvara sangat kuat,musnalah tattva, di bawah pradhanatattvasampai kepada tiga guna.semua itu telah di telan oleh api samadhinya.ia menghadapi rintangan tiga guna.rintangan tiu luluh dalam yogisvara.semua menciptakan rintangan .rintangan itu adalah ;dharsana,sravana,boddhavya,dan gadha.darsana artinya melihat wujud dewa (dewata) pada saat melakukan yoga, sravana artinya mendengar suara halus yang memberi kesan seolah-olah telah tercapai kesempurnaanpada saat melakukan yoga.selanjutnya pencapaian pengetahuan yang sangat luas pada saat melakukan yoga,suatu kekuatan batin yang secara tiba-tiba di peroleh sehingga mampu mengetahui arti kitab-kitab suci yang belum di pelajari ini yang di sebut boddhavya.bau harum seperti raja yang memakai wangi-wangian masuk hidung pada saat melakukan yoga .ini dinamakan gadha.semua itu merupakan rintangan tattva.selanjutnya penjelasan tentang rintangan rajah.ia merasa badanya bergoyang pada saat melukukan yoga,seakan –akan badanya terangkat.ia merasa badanya di pencet seakan –akan badanya itu di hempaskan ,seakan-akan badanya di putar –putar ,seakan-akan badanya di lemparkan .ia merasa seolah-olah seperti kapas,semua itu merupakan rintangan rajah.selanjutnya rintangan tamah .kadang-kadang ia merasa badanya menjadi amat besar ,atau berat atau dingin atau kemasukan ia merasa kegelapan dan kebinggungan ketidak sadaranmenguasai cetananya. Semua itu rintangan tamah bila rintangan-rintangan itu di hadapi olehnya pada saat melakukan yoga,ia harus berhati-hati .ia harus menggunakan obat luar misalnya bediang di api ,urut dengan minyak ,makan beras tumpuk ,(tapyak-tapyak ) memakai boreh hangat karena itu menjadi obat untuk melawan rintangan tadi badanya menjadi sembuh karena menggunakan obat luar, bila ia telah sehat kembali ia boleh melanjutkan yoganya, kembali. Samadhi harus membawanyaketingkat tidak sadar jasmani.ia harus merasa tidak berbadan .ia harus merasa bahwa ia tidak memiliki badan .karena ini berarti samsara.Demikianlah tata kehidupan seorang petapa,O,anakku Vrhaspati.

Kamis, 11 Juni 2009

Hubungan Agama Dan Budaya dalam Agama Hindu

A. Pendahuluan
Agama merupakan kepercayaan kepada Tuhan serta segala sesuatu yang bersangkut-paut dengan itu. Dengan demikian sembahyang, beryadnya, melakukan kewajiban kepada sesama manusia adalah merupakan hal yang termasuk ke dalam agama.

Walaupun kita tidak cepat percaya kepada sesuatu, tetapi percaya itu merupakan hal yang juga diperlukan di dalam hidup. Orang yang tidak memiliki kepercayaan pada sesuatu, akan selalu dalam keadaan, ragu, tidak aman, curiga dan tidak mempunyai pegangan yang pasti. Percaya merupakan suatu sikap yang perlu ditumbuhkan di dalam diridan kita berharap bahwa apa yang kita percayai itu memang benar seperti apa yang kita duga. Karena agama itu adalah kepercayaan, maka dengan agama kita akan merasa aman dalam hidup ini dan karena memiliki rasa aman, kita akan merasakan ketetapan hati dalam menghadapi sesuatu. Dengan memiliki suatu agama, orang merasa memiliki suatu pegangan iman tertentu yang menambatkan ia pada suatu tempat berpegang yang kokoh. Tempat itu tiada lain dari pada Tuhan itu sendiri. Yang menjadi sumber semua ketenteraman dan semangat hidup ini mengalir. KepadaNya lah kita memasrahkan diri, karena tiada tempat lain dari padanya tempat kita kembali.

Selanjutnya, manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari budayanya sendiri, dalam arti manusia itu harus berperan dalam suatu proses kebudayaan. Kebudayaan tidak lain daripada hasil proses tindakan atau perlakuan akibat hubungan manusia dengan manusia dan alam lingkungannya sehingga dapat beradaptasi secara seimbang dan serasi. Pada suatu sisi, kebudayaan itu tidak bisa dipisahkan dengan kekuatan dan kemampuan berpikir untuk terciptanya kreasi termasuk kemampuan kerja dan mengolah kemampuan untuk mengembangkan dan beradaptasi dengan budaya lain.

Menurut para ahli Antropologi, suatu kebudayaan sedikit-dikitnya mempunyai tiga wujud, yaitu: pertama adalah dalam wujud gagasan, pikiran, konsep dan sebagainya yang berbentuk abstrak; kedua dalam bentuk aktifitas yaitu berupa tingkah laku berpola, perilaku, upacara-upacara serta ritus-ritus yang wujudnya lebih konkrit. Dan yang ketiga, yakni dalam bentuk benda yang bisa merupakan hasil tingkah laku dan karya para pemangku kebudayaan tyang bersangkutan dan oleh para ahli disebut dengan kebudayaan fisik. Lebih jauh dilihat maka kebudayaan itu setidak-tidaknya mempunyai tujuh unsur yang universal, ketujuh unsur yang universal tersebut terdapat pada semua kebudayaan yang ada di sentra dunia ini, baik yang kecil, terisolasi dan sederhana, maupun yang besar, komplek dan maju. Ketujuh unsur yang dimaksud adalah; bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi dan kesenian. Ketujuh unsur tersebut juga terdapat pada kebudayaan Indonesia dan kebudayaan daerah yang ada.

B. Agama dan Budaya dalam Hindu
1. Agama Hindu merupakan agama yang diyakini oleh masyarakat Hindu, yang bersumber dari Ida Sang Hyang Widi Wasa. Weda merupakan kitab suci agama Hindu yang diwahyukan melalui pendengaran rohani para Maha Rsi. Oleh karena itu Weda juga disebut dengan kitab suci SRUTI. Umat Hindu yakin dan percaya bahwa dunia dan segala isinya diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena Cinta Kasih Beliau. Cinta Kasih Tuhan untuk menciptakan sekalian makhluk sering juga disebut dengan YADNYA.
aaDalam kitab Yajur Weda XXIII,62 disebutkan: “Ayam yajno Bhuvanasya” yang artinya Yadnya adalah pusat terciptanya alam semesta. Penciptaan adalah karya spiritual dari Yang Maha Esa dan sebagai kridanya memperlihatkan kemulianNya.

Weda sebagai kitab suci agama Hindu diyakini kebenarannya dan menjadi pedoman hidup Umat Hindu, sebagai sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk waktu-waktui tertentu. Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkannya adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa itu sendiri. Weda mengalir dan memberikan vitalitas terhadap kitab-kitab Hindu pada masa berikutnya. Dari kitab suci Weda lah mengalir nilai-nilai keyakinan itu pada kitab-kitab seperti; Smerti, Itihasa, Puruna, kitab Agama, Tantra, Darsana, dan Tattwa-tattwa yang diwarisi oleh umat Hindu sampai saat ini.

Weda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia dan setelah itu. Weda menuntun tindakan umat manusia sejak ada dalam kandungan sampai selanjutnya. Weda tidak terbatas pada tuntunan hidup individu, masyarakat, kelompok manusia, tetapi ia menuntun seluruh hidup dan kehidupan seluruh makhluk hidup.

2. Budaya dalam Pandangan Agama Hindu
Dalam kenyataan hidup bermasyarakat maka antara adat/budaya dan agama sering kelihatan kabur dan bahkan sering tidak dimengerti dengan baik. Tidak jarang suatu adat-budaya yang dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat dianggap merupakan suatu kegiatan keagamaan, ataupun sebaliknya, suatu kegiatan keagamaan dianggap adalah kigiatan budaya.

Sesungguhnya antara budaya dan agama terdapat segi-segi persamaannya tetapi lebih banyak segi-segi perbedaannya. Segi persamaannya dapat dilihat dalam hal bahwa kedua norma tersebut sama-sama mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat agar tercipta suasana ketentraman dan kedamaian. Tetapi disamping adanya segi persamaan, terdapat juga segi-segi perbedaan. Segi perbedaan itu akan tampak jika dilihat dari segi berlakunya, dimana perwujudan adat-budaya tergantung pada tempat, waktu, serta keadaan (desa, kala, dan patra), sedangkan agama bersifat universal.

Kalau diperhatikan, maka agama dengan ajarannya itu mengatur rohani manusia agar tercapai kesempurnaan hidup. Sedangkan adat budaya lebih tampak pengaturannya dalam bentuk perbuatan lahiriah yaitu mengatur bagaiman sebaiknya manusia itu bersikap, bertindak atau bertingkah laku dalam hubungannya dengan manusia lainnya serta lingkungannya, agar tercipta suatu suasana yang rukun damai dan sejahtera.

Dalam agama Hindu, antara agama dan adat-budaya terjalin hubungan yang selaras/erat antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi. Karenanya tidak jarang dalam pelaksanaan agama disesuaikan dengan keadaan setempat. Penyesuaian ini dapat dibenarkan dan dapat memperkuat budaya setempat, sehingga menjadikan kesesuaian “adat-agama” ataupun’budaya-agama’, artinya penyelenggaraan agama yang disesuaikan dengan budaya setempat.
Demikianlah terdapat didalam agama Hindu, perbedaan pelaksanaan agama Hindu pada suatu daerah tertentu terlihat berbeda dengan daerah yang lainnya. Perbedaan itu bukanlah berarti agamanya yang berbeda. Agama Hindu di India adalah sama dengan agama Hindu yang ada di Indonesia, namun kuliynya yang akan tampak berbeda.
Sedangkan budaya agama adalah suatu penghayatan terhadap keberadaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam bentuk kegiatan budaya. Sejak munculnya agama Hindu, usaha memvisualisasikan ajaran agama Hindu kepada umat manusia telah berlangsung dengan baik. Para rohaniawan Hindu, para pandita, orang-orang suci mengapresiasikan ajaran yang terdapat dalam kitab suci Weda kedalam berbagai bentuk simbol budaya. Usaha ini telah terlaksana dari zaman ke zaman. Ajaran yang sangat luhur ini diwujudkan dan disesuaikan dengan desa, kala, dan patra pada waktu itu.
Kalau dilihat dari fakta sejarah, wujud budaya agama itu dari zaman ke zaman mengalami perubahan bentuk, namun tetap memiliki konsep yang konsisten. Artinya, prinsip-prinsip ajaran agama itu tidak pernah berubah yakni bertujuan menghayati Ida Sang Hyang Widi Wasa. Kepercayaan terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa, menjadi sumber utama untuk tumbuh dan berkembangnya budaya agama dan ini pula yang melahirkan variasi bentuk budaya agama. Variasi bentuk itu disesuaikan dengan kemampuan daya nalar dan daya penghayatan umat pada waktu itu. Budaya agama yang dilahirkan dapat muncul seperti “upacara agama”.
Upacara agama pada hakikatnya tidak semata-mata berdimensi agama saja, tetapi juga berdimensi sosial, seni budaya, ekonomi, manajemen dan yang lainnya. Melalui upacara agama, dapat dibina kerukunan antar sesama manusia, keluarga, banjar yang satu dengan banjar yang lain. Upacara agama juga melatih umat untuk bisa berorganisasi dan merupakan latihan-latihan manajemen dalam mengatur jalannya upacara. Lewat upacara agama ditumbuhkan juga pembinaan etika dan astetika. Upacara agama merupakan motivator yang sangat potensial untuk melestarikan atau menumbuhkembangkan seni budaya, baik yang sakral maupun yang profan. Bahkan upacara agama merupakan salah satu daya tarik pariwisata dan dapat menunjang kehidupan manusia. Keseluruhan budaya agama dalam bentuk upacara agama tersebut merupakan usaha manusia mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widi wasa untuk mewujudkan kedamaian dan kebahagiaan yang abadi.

Seperti halnya manusia, tubuh merupakan hasil budaya agama itu sendiri, sedangkan agama Hindu merupakan jiwa atau rohnya agama tersebut. Satu contoh misalnya, budaya agama Hindu pada masyarakat Hindu di Bali dan budaya-budaya Hindu di daerah yang lainnya yang ada di Indonesia.

Kita mengetahui bahwa pada zaman dahulu dan mungkin pada saat sekarang di tanah jawa, bagaimana kitab sastra Hindu seperti Ramayana dan Mahabharata telah disadur ke dalam bahasa Jawa kuno oleh para Empu atau Rsi pada masa itu. Bagaimana umumnya orang-orang Jawa banyak yang tidak tahu, bahwa kitab tersebut, sesungguhnya, adalah kitab-kitab agama Hindu, tetapi umumnya mereka mengenal bahwa, kitab tersebut atau cerita tersebut adalah cerita “pewayangan” milik orang Jawa.

Dari kitab suci Weda oleh para Rsi, Pandita atau orang-orang suci Hindu di Indonesia dengan mengambil jiwa atau idealisme yang dikandungnya kemudian dikodifikasi sehingga lahirlah kitab-kitab sastra yang pada hakikatnya adalah ajaran Hindu yang terdapat dalam kitab suci Weda.

Satu contoh tentang keyakinan akan gunung sebagai tempat suci, berstananya para Dewa dan para roh suci leluhur atau orang-orang suci. Dalam konsep keyakinan umat Hindu, terdapat keyakinan atau ajaran tentang penghormatan kepada roh suci leluhur.

Dalam kitab suci Weda Smerti (Manawadharma Sastra Bab II, 81) disebutkan:
“Swadiyayanarcaret samsimnhomair dewa nya thawidhi,
Pitrcm craddhaicca nrrnan naibhutani balikarmana”
Artinya:
“Hendaklah ia sembahyang yang sesuai menurut peraturan kepada Rsi dengan pengucapan Weda, kepada Dewa dengan haturan yang dibakar, kepada para leluhur dengan Sraddha, kepada manusia dengan pemberian makanan, dan kepada para Bhuta dengan upacara kurban”.

Seperti juga disebutkan dalam kitab Upanisad, maka seorang Rsi adalah seorang Acarya, yang patut dihormati seperti dewa. “Acarya Dewa Bhawa” (Tatirya Upanisad I, 11.1). Atas dasar sraddha inilah umat Hindu menghormati para Rsi, orang-orang suci, baik ketika ia masih hidup maupun setelah meninggal nanti.

Demikianlah misalnya umat Hindu di India memuja dan menghormati maha Rsi Vyasa, Agastya, Parasara, Sangkara Carya, Sri Rama Krama, Swami Wiwekananda dan lain-lain. Hal inilah yang melatar** **belakangi timbulnya pemujaan leluhur dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa terdapat pada suatu tempat suci atau pura di Indonesia.

Dalam kitab Ramayana yang umurnya mungkin lebih tua dari kelompok masyarakat Indonesia yang memiliki kepercayaan penghormatan kepada para leluhur. Pada kitab tersebut diceritakan bagaimana figur ideal orang Hindu yang taat beragama, yang ditokohkan sang Dasaratha bahwa Beliau ahli dalam weda, bhakti kepadda Tuhan dan tidak pernah lupa memuja leluhur.

Dalam kitab Rg Weda VIII.6.28 disebutkan:
“Di tempat-tempat yang tergolong hening, di gunung-gunung, pada pertemuan dua sungai, di*sanalah para Maha Rsi mendapatkan inspirasi yang jernih”.

Gunung bukanlah hasil karya manusia, namun merupakan buah karya dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tetapi gunung dipakai oleh umat Hindu sebagai arah atau kiblat penghayatan untuk mendapatkan kehidupan yang direstui Tuhan. Sesungguhnya yang dituju adalah “Amerta”. Amerta, artinya hidup yang sempurna umat Hindu yang dirasakan secara langsung. Gunung dapat memberikan kehidupan, gunung adalah waduk yang dapat menampung bermilyar-milyar kubik air hujan yang turun dari langit. Air itu lalu mengalir menciptakan sungai yang mengalirkan air sepanjang tahun untuk memberikan kehidupan kepada makhluk. Gunung dijadikan arah dan sebagai lambang singgasana Tuhan dan para roh suci leluhur.

Dalam ajatan Hindu antara budaya dan agama terdapat benang merah, yang satu sisi dapat saling mengisi satu dengan yang lainnya, budaya atau adat bukanlah musuh atau saingan yang haarus dibasmi dan dicurigai, dalam artian adat budaya yang positif dapat mendukung pelaksanaan acara agama dan ternyata prinsip Hindu yang merangkul budaya dan adat-istiadat lokal nampaknya sejalan dengan program pemerintah yang berusaha membangkitkan segala bentuk adat dan budaya daerah.

C. Penutup
Dari uraian diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:

• Agama merupakan suatu keyakinan akan keberadaan Tuhan yang menjadikan sumber ketentraman dan semangat hidup serta kepadaNya jugalah kita akan kembali.
• Agama Hindu dengan kitab suci Weda sebagai pegangan dan dasar hidup serta kehidupannya meyakini bahwa Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang Maha Suci telah menurunkan ajaran Weda melalui Para Maha Rsi, dan mengajarkannya kepada umat manusia melalui berbagai cara dan menyesuaikannya dengan tempat, waktu serta keadaan yang berlaku pada masa itu.
• Dalam ajaran Hindu, agama dan budaya (adat-istiadat) yang berlaku pada suatu daerah terjalin hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Sepanjang prinsip ajaran Hindu itu tidak berobah dan bertentangan, maka budaya agama yang berkembang dapat dipergunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran suci Weda kepada umat manusia.
• Dalam pandangan Hindu, budaya daerah yang nilainya positif, yang mendukung kearah terciptanya ketentraman dan kedamaian didalam hidup akan dirangkul dan bukan dianggap sebagai suatu ancaman atau musuh yang harus dimusnahkan dan dicurigai. Dengan dimikan agama dan budaya (adat-istiadat) dapat hidup saling berdampingan, saling mengisi seperti apa yang diharapkan dan diprogramkan oleh pemerintah untuk tetap utuh dan bersatunya bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta.
Perspektif Kerukunan Hidup Umat Beragama
Menurut Hindu
PENDAHULUAN

Kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk memungkinkan terjadinya gesekan antar umat beragama. Geseakan menimbulkan dampak, baik positif maupun negatif. Seberapa jauh dampak yang ditimbulkan sangat tergantung pada tingkat kesadaran umat beragama.
Secara historis, kondisi kehidupan pada masa lampau telah terbina kearah terwujudnya kehidupan yang penuh toleransi, rukun dan damai antar penganut agama yang satu dengan yang lainnya.Antar Hindu dan Budha, suatu contoh kerukunan yang pernah terjadi dimasa lampau dalam bentuk sinkritisme konsep, yaitu luluhnya antara Siwa Siddhanta (dari Hindu) dan Budha Mahayana (dari agama Budha) di Jawa Timur. Penyatuan kedua konsep ini dikenal dengan nama “Siwa Budha”. Sampai saat ini masih banyak orang pada umumnya belum bisa membedakan antara hindu dan Budha, sebagai akibat pengalaman masa lampau.
Jalinan yang harmonis antara kedua konsep ini tertuang dalam cerita Bubuksah Gagangaking. Sampai pada puncaknya pada jaman Empu Tantular, dimana peleburan diantara kedua konsep itu tertuang dalam Lontar Sutasoma dengan petikan kalimat: Riweneka datu winuwus, siwa kelawan Budha. Bhineka tunggal ika tan hana Dharma mangrua. Yang artinya: konon ceritanya dikatakan antara Hindu dan Budha berbeda, namun sesungguhnya satu. Tidak ada kebenaran yang mendua.
Menyimak ilustrasi diatas, menggambarkan ada semacam sinyal adanya tali perekat 6yang menyatukan antara konsep agama masing-masing yang sesungguhnya secara theologis berbeda. Namun dalam aspek penerapannya di masyarakat bisa menyatu, duduk berdampingan satu sama lain dalam melaksanakan aktivitas tertentu, terutama dalam aktivitas sosial. Sikap positif yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat masing-masing, untuk mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur,sejahtera, gemah ripah lohjinawi salunglung sabayantaka, sehingga betul-betul menjadi kenyataan dalam hidup mengarah terwujudnya masyarakat yang madani.

KERUKUNAN MENURUT AJARAN HINDU

Dalam ajaran Kitab suci Veda, masalah kerukunan dijelaskan secara gamblang dalam ajaran: tattwam asi, karma phala, dan ahimsa.
Tatwam asi adalah merupakan ajaran sosial tanpa batas. Saya adalah kamu, dan sebaliknya kamu adalah saya, dan segala makhluk adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri (Upadesa, 2002: 42). Antara saya dan kamu sesungguhnya bersaudara. Hakekat atman yang menjadikan hidup diantara saya dan kamu berasal dari satu sumber yaitu Tuhan. Atman yangb menghidupkan tubuh makhluk hidup merupakan percikan terkecil dari Tuhan. Kita sama-sama makhluk ciptaaan Tuhan. Sesungguhnya filsafat tattwam asi ini mengandung makna yang sangat dalam. Tatwam asi mengajarkan agar kita senantiasa mengasihi orang lain atau menyayangi makhluk lainnya. Bila diri kita sendiri tidak merasa senang disakiti apa bedanya dengan orang lain. Maka dari itu janganlah sekali-kali menyakiti hati orang lain. Dan sebaliknya bantulah orang lain sedapat mungkin kamu membantunya, karena sebenarnya semua tindakan kita juga untuk kita sendiri. Bila dihayati dan diamalkan dengnan baik, maka akan tyerwujud suatu kerukunan. Dalam upanisad dikatakan: “Brahma atma aikhyam”, yang artinya Brahman (Tuhan) dan atman sama.
Sebagai ilustrasi penerapan ajaran tattwam asi dicontohkan sebagai berikut: Bila kita menunjuk orang lain dengan menggunakan jari tangan, ternyata spontanitas hanya 2 (dua) jari saja menunjuk orang lain, selebihnya 3 (tiga) jari lainnya menunjuk pada diri kita sendiri. Kesimpulannya perbandingan prosentase menunjuk orang lain dan menunjuk diri sendiri (40:60 %), lebih besar prosentase yang ditujukan kepada diri sendiri. Berarti bila kita mengatakan orang lain jahat, sesungguhnya diri kita sendiri jauh lebih jahat dari orang lain yang kita tuduh berbuat kejahatan. Demikian juga sebaliknya, bila mengatakan baik kepada orang lain tentu diri kita lebih baik dari mereka. Lebih parah lagi bila menunjuk dalam keadaan kesal, dongkol, dan emosional tinggi tentu akan menunjuk orang lain dengan tangan dikepal, maka sepenuhnya (100%) jari tangan menunjuk/ mengalamatkan apa yang diucapkan itu tertuju pada diri sendiri. Pandangan ini mengkristal dalam upaya membina terwujudnya kerukunan hidup beragama yang berlandaskan pada prinsip kebenaran ajaran tattwam asi. Oleh karena itu, tiada alasan untuk menjelek-jelekkan/ menyakiti orang lain. Maka dari itu berbuat baiklah kepada orang lain/ agama lain, bahkan kepada semua makhluk hidup lainnya di muka bumi ini, tanpa terkecuali.
Ajaran tattwam asi mengajak setiap orang penganut agama untuk turut merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain. Seseorang bila menyakiti orang lain sebenarnya ia telah bertindak menyakiti/menyikasa dirinya sendiri, dan sebaliknya bila telah membuat orang lain menjadi senang dan bahagia, maka sesungguhnya dirinya sendirilah yang ikut merasakan kebahagiaan itu juga.
Tattwam asi merupakan kata kunci untuk dapat membina agar terjalinnya hubungan yang serasi atas dasar “asah, asih, asuh” di antara sesama hidup. “Orang arif bijaksana melihat semuanya sama, baik kepada brahmana budiman yang rendah hati, maupun terhadap makhluk hidup lainnya, orang yang hina papa sekalipun, walaupun perbuatan jahat yang dilakukan orang terhadap dirimu, perbuatan seperti orang sadhu hendaknya sebagai balasanmu. Jangnanlah sekali-kali membalas dengan perbuatan jahat, sebab oprang yang berhasrat berbuat kejahatan itu pada hakekatnya akan menghancurkan dirinya sendiri” (Sarasamuscaya 317).
Karma phala merupakan suatu hukum sebab akibat (causalitas) atau aksi reaksi. Umat Hindu sangat menyakini akan kebenaran hukum ini. Apapun yang dilakukan sengaja maupun tidak sengaja akan menimbulkan dampak. “Setiap sebab akan membawa akibat. Segala sebab yang berupa perbuatan akan membawa akibat hasil perbuatan. Segala karma (perbuatan) akan mengakibatkan karma phala (hasil atau phala perbuatan). Hukum rantai sebab dan akibat perbuatan (karma) dan phala perbuatan (Karma phala) ini disebut Hukum Karma” (Panca Sradha, 2002;54). Jadi setiap akibat yang timbul tentu ada penyebabnya. Tidak mungkin ada akibat tanpa sebab. Demikian juga sebaliknya setiap perbuatan yang dilakukan sudah pasti akan menerima akibat, baik atau buruk, cepat maupun lambat mau tidak mau hasil akan selalu mengikutinya. Ini merupakan dalil yang logis, yaitu setiap sebab pasti menimbulkan akibat dan setiap akibat yang ada pasti ada penyebabnya. Antara sebab dan akibat tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, diibaratkan diri kita dengan bayangannya, bayangan akan selalu mengikuti kemanapun kita akan pergi.
Karma phala adalah merupakan sradha (keimanan) ke tiga Panca Sradha. Karma berarti perbuatan, dan phala berarti hasil/ buah. Perbuatan yang baik yang dilakukan akan mendatangkan hasil yang baik, demikian juga perbuatan yang buruk pasti akan mendatangakan hasil yang buruk pula. Batu dengan batu, atau kayu dengan kayu bila digosok-gosok menimbulkan akibat yaitu panas. Hukum ini berlakum pada semua makhluk hidup, lebih-lebih pada kehidupan manusia sebagai makhluk utama tidak perlu disangsikan lagi dampak yang akan ditimbulkannya, cuman waktu untuk menerima hasil perbuatan berbeda-beda, ada yang cepat dan ada pula yang lambat, dan bahkan bisa pula diterima dalam penjelmaan berikutnya. Oleh karena itu, berlandaskan pada keyakinan tersebut, dalam memupuk kerukunan hidup beragama senantiasa berbuat baik berlandaskan dharma. Yang dipuji adalah karma. Sesungguhnya yang menjadikan orang itu berkeadaan baik adalah perbuatannya yang baik, dan sebaliknya yang menjadikan orang berkeadaan buruk adalah perbuatannya yang buruk. Seseorang akan menjadi baik, hanya dengan berbuat kebaikan, seseorang menjadi papa karena perbuatan jahatnya. “Subha asubha prawrtti yaitu baik buruk atau amal dosa dari suatu perbuatan yang merupakan dasar dari pada karma phala dharma yang juga disebut subha karma akan membuahkan kebahagiaan hidup lahir bathin dan karma yang jahat hina dan adharma yang juga dinamakan asubha karma akan mendapatkan pahala berupa penderitaan dan kesengsaraan lahir bathin” (Panca Sradha,2002:60).
Ahimsa juga merupakan landasan penerapan kerukunan hidup beragama. Ahimsa berarti tanpa kekerasan. Secara etimologi, ahimsa berarti tidak membunuh, tidak menyakiti makhluk hidup lainnya. “Ahimsa parama dharmah” adalah sebuah kalimat, sederhana namun mengandung makna mendalam. Tidak menyakiti adalah kebajikan yang utama atau dharma tertinggi. Hendaknya setiap perjuangan membela kebenaran tidak dengan perusakan-perusakan, karena sifat merusak, menjarah, memaksakan, mengancam, menteror, membakar dan lain sebagainya sangat bertentangan de4ngan ahimsa karma, termasuk menyakiti hati umat lain dengan niat yang tidak baik, atau dengan berkata-kata kasar, pedas dan mengumpat. Keutamaan ahimsa karena nilainya yang begitu tinggi sebagaimana yang diungkapkan dengan kalimat-kalimat lainnya sebagai berikut: Ahimsaayah paro dharmah, ahimsaa laksano dharmah, ahimsaa parama tapa, ahimsaa parama satya, maksudnya: Ahimsa adalah kebajikan tertinggi, perbuatan dharma, pengendalian diri tertinggi dan kebenaran tertinggi).
Ahimsa adalah perjuangan tanpa kekerasan, termasuk tanpa menentang hukum alam. Jika melanggar hukum alam maka akan mengundang reaksi keras. Mereka harus belajar memelihara dan melindungi lingkungan sendiri, agar tercipta kehidupan yang harmonis dan selaras dengan lingkungannya sendiri. Jadi ahimsa, mengandung pengertian tidak melakukankekerasan dalam bentuk tidak membunuh-bunuh makhluk hidup apapun, ahimsa juga dimaksudkan tidak melakukan kekerasan agar tidak menyakiti hati orang lain. Bertentangan dengan ahimsa karma, perbuatan membunuh-bunuh adalah adharma, bertentangan dengan agama. Tan sayogya prihen, tidak pantas dilakukan oleh orang yang sedang mencoba mengamalkan ajaran dharma. “Ahimsa ngaranya tan pamati-mati sarwa prani, nguniweh janma manusa….” (Ahimsa berarti tidak membunuh-bunuh makhluk hidup, terlebih lagi manusia). Sebab dengan membiasakan dirimembunuh-buhuh binatang, hati orang menjadi keras. Lama kelamaan melihat pembunuhan manusia tidak akan merupakan hal yang aneh baginya. Darmayasa, Ahimsa dharma & vegetarian, 31). Karena sudah terbiasa dengan hidup kekerasan.
Bersahabat adalah merupakan suatu kebutuhan sosiologis bagi manusia. Tidak ada manusia normal yamg tidak membutuhkan persahabatn. Ciri-ciri kemanusiaan seseorang baru akan nampak apabila dia berada di tengah-tengah manusia lainnya. Jiwa manusia membutuhkan untuk diterima minimal oleh lingkungannya terdekat. Ada semacam anjuran yang perlu mendapatkan perhatian dalam membina hubungan erat dalam pergaulan hidup. Kalau merasa diri kurang kuat, bersahabatlah dengan yang kuat, dengan demikian tidak akan ada rasa cemas. Jika ajaran brata ahimsa tidak dipelihara, maka ia akan menyebabkan berkembangnya sifat-sifat kemarahan, kebingungan, iri hati, dan bahkan dapat menumbuh suburnya hawa nafsu yang menggebu-gebu, sebagai musuh di dalam diri kita yang paling sulit diatasi.

PERSPEKTIF KERUKUNAN

Bagaimana pandangan (perspektif) kerukunan menurut ajaran Hindu ? menurut ajaran Hindu, dengan konsep kerukunan berupa ajaran tattwam asi, karma phala dan ahimsa sebagaimana diuraikan di atas, akan menjadi tali perekat yang sangat kuat mengarah terbinanya kerukunan beragama di Indonesia. Kerukunan sangat mutlak diperlukan di negara Indonesia yang kondisinya sangat majemuk/pluralistis dengan beraneka ragam agama yang ada. Justru dengan dasar negara Pancasila, sila 1 yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, memungkinkan kehidupan beragama menjadi seamakin tumbuh subur, dan harmonis berlandaskan semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Dan secara yuridis dengan pasal 29 (ayat 1 dan 2) Undang-Undang Dasar 1945 mengatur keberadaan agama di Indonesia. Ayat 1, mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk beragama, minimal menganut aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan ayat 2, bahwa negara menjamin kebebasan untuk memilih agama sesuai hati naruni, tidak dibenarkan adanya pemaksaan terhadap orang yang sudah beragama, serta adanya kebebasan dalam menjalankan ajaran agama sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing.
Mengingat kebenaran agama adalah suatu kebenaran mutlak (bersumber pada wahyu Tuhan), yang ajarannya sepenuhnya didasarkan atas keyakinan/kepercayaan tersendiri, yang sudah barang tentu berbeda antara keyakinan agama yang satu dengan keyakinan agama lainnya, meskipun ada unsur-unsur persamaannya. Berdasarkan logika tersebut, wajarlah adanya perbedaan-perbedaan pandangan terhadap satu kebenaran antara agama yang satu dengan yang lainnya. Kita harus menghargai perbedaan-perbedaan tersebut ( disadari secara theologis memang berbeda), namun bagaimana kita mencari unsur-unsur persamaannya dijadikan sebagai tali perekat menjalin hubungan yang harmonis antara agama yang satu dengan yang lainnya. Dalam aktivitas sosial diharapkan bisa menyatu duduk bersama di antara umat yang berbeda agama.
Dalam konsep ajaran Hindu, Rig Veda I.164.46 menjelaskan: “Ekam sat viprah bahuda vadanti”, yang artinya hanya satu Tuhan akan tetapi orang bijaksana mentebut dengan banyak nama. Hindu memandang tuhan yang satu, dapat disebutkan dengan banyak nama seperti: Agni, Yama, Matariswa dan lain-lain. Dalam kitab suci veda bahkan disebut ribuan nama tuhan (sahasra nama Brahman). Namun sesungguhnya tuhan hanya satu adanya. Tuhan yang satu itu dapat dipandang dari berbagai sudut.sehingga timbul bermacam-macam nama, sesuai sudut pandang masing-masing.
Dalam upaya mewujudkan kerukunan hidup beragama dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan secara manusiawi (tanpa kekerasan) melalui jalan musyawarah intern umat beragama, musyawarah antar umat beragama melalui wadah FKPA yang sudah cukup gencar mengadakan dialog dan juga pertemuan/musyawarah antara umat beragama dengan pemerintah. Melalui cara-cara seperti itu diharapkan semakain sering diadakan temu muka antara tokoh-tokoh agama, berkomunikasi langsung saling mengenal satu sama lainnya, duduk berdampingan satu sama lainnya membahas masalah kerukunan. Sehingga semakin dapat menghilangkan prasangka buruk sebagai bentuk kesalah pahaman diantara sesama penganut umat beragama. Semua ini dapat terwujud hanya melalui terbinanya kesadaran akan hidup bersama secara berdampingan, kesadarn saling membutuhkan, saling melengkapi satu sama lainnya, niscaya kerukunan hidup beragama dapat terwujud.
Kerukunan hidup beragama menjadi dambaan kita semua, sebab bila hal ini terwujud, maka kita akan dapat merasakan satu kedamaian. Kerukunan perlu dipupuk, dan dikembangkan dalam rangka menumbuhkan rasa kesadaran umat beragama, sehingga terwujudnya rasa persatuan dab kesatuan bangsa sesuai bunyi slogan lambang negara kita “Bhineka Tunggal ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Ungkapan ini cocok dengan kondisi negara republik Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam agama, kebudayaan, adat istiadat, etnis dan lain sebagainya, namun pada hakekatnya kita semua adalah satu, yaitu satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air, sebagaimana telah diikrarkan dalam sumpah pemuda.
Bila dihayati, keadaan yang beraneka ragam agama akan mewujudkan suatu keindahan. Berbhineka dalam keesaan (berbeda dalam kesatuan/unity in diversity). Seperti halnya saebuah taman bunga yang tumbuh di sekeliling taman membuat taman menjadi indah. Kita sebagai komponen bangsa Indonesia harus menyadarai kondisi yang demikian. Pengalaman sejarah membuktikan bahwa keberhasilan dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia berkat tergalangnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga kita mampu mewujudkan kemerdekaan.

KESIMPULAN
• terwujudnya kerukunan hidup beragama dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia mutlak diperlukan, karena kondisi masyarakatnya yang majemuk. Melalui wadah FKPA (Forum Komunikasi antar Pemuka Umat Agama) memungkinkan terakomodasi kepentingan semua umat beragama untuk berdialog.
• Konsep kerukunan hidup beragama menurut Hindu mencakup: ajaran tattwam asi, karma phala dan ahimsa. Tattwam asi mengajarkan kesosialan tanpa batas, menyadari hakekat dirinya bersumber dari yang satu yaitu Sanghyang Widhi Wasa berupa atman yang menghidupkan setiap tubuh makhluk hidup. Hukum karma phala memotivasi umat agar senantiasa berbuat baik kepada orang lain/umat beragama lain. Dan ahimsa menolak berbagai bentuk kekerasan yang akan dapat merusak terwujudnya sendi-sendi kerukunan antar umat beragama.
• Adapun upaya untuk membina kearah terwujudnya kerukunan hidup beragama dapat ditempuh dengan pendekatan secara manusiawi, melalui musyawarah, berdialog, temu muka antar pemuka agama, sehingga dapat menumbuhkan kesadaran akan hidup bersama, saling membutuhkan dan saling melengkapi satu sama lainnya.
POLA PENGEMBANGAN KERUKUNAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL DARI SUDUT PANDANGAN AGAMA HINDU



Pendahuluan
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersar dengan keanekaragaman dan kemajemukan agama dan budaya yang dianut, hidup berdampingan ditengah – tengah masyarakat. Pada waktu dahulu bangsa Indonesia pernah mendapat pujian dan sanjungan dari dunia Internasional dan dijadikan model dalam hal kerukunan bagi bangsa-bangsa lain. Hal yang demikian memberikan satu penilaian bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Namun kebanggaan itu, pada akhir-akhir ini seakan sirna dengan munculnya konflik di beberapa bagian wilayah Indonesiadalam bentuk kekerasan dan kerusuhan masa yang dibarengi dengan pengrusakan terhadap rumah – rumah ibadah. Sesungguhnyanya pemicu konflik/kerusuhan tersebut bukan dikarenakan perbedaan agama semata, melainkan lebih disebabkan oleh faktor non agama seperti faktor ekonomi, sosial, politik dan lain sebagainya.
Kita tahun bahwa semua agama-agama yang ada mengajarkan kepada umatnya untuk tidak membuat kerusuhan dan kekerasan, nilai-nilai persatuan secara universal. Demikian juga apa yang diamanatkan Undang-Undang dasar negara kita di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 199 yang antara lain disebutkan tentang kebijakan pembangunan agama meliputi antara lain ; memamntapkan fungsi, peran dan kedudukan agama sebagai landasan moral, spritual dan etika dalam penyelenggaraan Negara serta mengupayakan agar segala peraturan perundang undangan tidak bertentangan dengan moral agama-agama. Meningkatkan dan memantapkan kerukunan hidup antar umat beraagama sehingga tercipta suasana kehidupan yang harmonis dan saling menghormati dalam semangat kemajemukan melalui dialog antar umat beragama dan pelaksanaan pendidikan agama yang baik dan benar.
Banyak tokok-tokoh agama yang menghendaki bahwa untuk mewujudkan terjalinnya kerukunan tersebut diperlukan sikap toleransi, namun bukan hanya sekedar toleransi, tetapi lebih dikembangkan lagi pada tahap apresiasi yang artinya penghargaan dan penghormatan, bahkan mungkin pengakuan terhadap kebenaran dan keselamatan juga ada pada agama yang lain
Kerukunan hidup umat beragama merupakan suatu keadaan yang harmonis atau interaksi harmonis di dalam individu-individu pemeluk agama, dimana tiap-tiap individu penganut agama mau hidup saling hormat menghormati, percaya mempercayai sehingga dalam hubungan interaksi terciptalah suasana yang selaras, tenteram, rukun dan damai

Dasar Dasar Kerukunan dalam ajaran Hindu
Weda adalah kitab suci agama Hindu. Sebagai kitab suci agama Hidu maka ajaran Weda diyakini dan dipedomani oleh umat Hidu sebagai satu satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam hidup dan kehidupan. Diyakini sebagai kitba suci karena sifat isinya dan yang menurunkannya adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) yang Maha Suci. Dari kitab suci Weda, mengalirkan ajaran Weda kepada kitab-kitab Smerti (Manawadarmasastra), Itihasa, Purana, Kitab-kita Agama, Tantra, Darsana dan Tattwa-tattwa yang ada di Indonesia. Weda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia dan setelah meninggalnya nanti. Weda menuntun hidup umat manusia, menuntut hidup manusia dalam bermasyarakat. Dalam kitab Manawadharmasastra disebut.
“Weda adalah sumber dar segala Dharma, yakni agama kemudia barulah Smerti, disamping sila (kebiasaan atau tingkahlaku yang baik dari orang yang menghayati dan mengamalkan ajaran Weda) dan kemudian Acara yakni tradisi yang baik dari orang-orang suci atau masyarakat yang diyakini baik serta akhirnya Amatusti, yakni rasa puas diri yang dipertanggung jawabkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa”.
Bagaimana memupuk kerukunan hidup umat beragama menurut Hindu ? dalam konsep Hidup, ada beberapa nilai ajaran yang relevan dengan kerukunan hidup beragama yang diantaranya adalah ajaran : Tat Twan asi, Karmaphala dan Ajaran Ahimsa.
Tatawamasi adalah merupakan ajartan sosial tanpa batas, saya adalah kamu dan sebaliknya kamu adalah saya dan segala mahluk adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri. Kamu dan aku adalah bersaudara, anatara saya dan kamu sesungguhnya adalah bersaudara, hakekat atman yang menjadikan hidup antara saya dan kamu berasal dari satu sumber yaitu Tuhan. Atman yang menghidupkan tubuh mahluk hidup ada;ah merupakan percikan terkecil dari Tuhan, Kita sama-sama mahluk ciptaan Tuhan.
Ajaran Tattwamasi mengajak setiap orang penganut agama untuk turut merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain. Tattwamasi merupakan kata kunci untuk dapat membina agar terjalin hubungan yang serasi atas dasar saling asah, asih dan asuh diantara sesama mahluk hidup.
“Orang arif bijaksana melihat semuanya sama, baik kepada Brahmana budiman yang rendah hati, maupun terhadap mahluk hidup lainnya, orang yang hinapapa sekalipun, walaupun perbuatan jahat yang dilakukan orang lain terhadap dirimu, perbuatan orang sadhu hendaknya sebagai balasannnya, janganlah sekali-sekali membalas dengan perbautan jahat, sebab orang yang berhasrat kejahatan itu pada hakekatnya akan mengahncurkan dirinya sendiri” (Sarasamuccaya 317)
Nilai kerukunan juga termuat dalam ajaran Tata Susila Hindu. Tata Susila merupakan ajaran pengendalian diri dalam pergaulan hidup. manusia sebagai mahluk sosial, ia tidak hidup sendian, ia selalu bersama – sama dengan orang lain. Manusia hanya dapat hidup bersama – sama dengan orang lain. Hanya dalam hidup bersama, manusia dapat berkembang dengan wajar. Untuk mewujudkan keselarasan dan kerukunan sebagaimana dimaksud, maka ajaran Tata Susila diapresiasikan dalam bentuk ajaran Tri Kaya Parisuda yang artinya tiga prilaku manusia yang disucikan :
1. Manachika Parisudha, yaitu berpikir yang baik dan benar
2. Wacika Parisudha, yaitu berkata yang baik dan benar
3. Kayika Parisudha, yaitu yang berbuat baik dan benar
Jika ketiga hal diatas dapat dikendalikan dengan baik dan benar, maka dengan sendirinya kerukunan sesama mahluk ciptaan Tuhan itui dapat diwujudkan dalam hidup ditengah – tengah masyarakat yang majemuk.
Lebih lanjut, nilai kerukunan dapat dilihatdalam ajaran tentang karma Phala. Keyakinan tentang Karma Phala tertuang dalam Sradha yang kelima dari lima Sradha dalam ajaran hindu. Apa yang diperbuat oleh manusia akan menghasilkan akibat dari perbuatannya. Ada akibat yang baik dan ada akibat yang buruk. Akibat dari perbuatan yang baik memberikan rasa senang dan akibat yang buruk memberikan kesusahan ataupun penderitaan. Oleh karena itu ajaran hindu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berbuat yang baik. Karma Phala sebagai hukum sebagai akibat dapat dijadikan suatu pedoman dalam menjalin kerukunan.
Ajaran Ahimsa merupakan salah satu bentuk penerapan nilai – nilai kerukunan antar umat beragama dari sisi pandang hindu. Ahimsa berarti tidak membunuh, tidak menyakiti mahluk lain adalah kebajikan yang utama atau dharma yang paling tinggi . ahimsa adalah perjuangan tanpa kekerasan. Jika melanggar hukum alam, maka akibatnya alam akan berbalik melanggar orang yang melangarnya. Prilaku yang bersifat pengrusakan, mengancam, membakar emosi dan semacamnya bertentangan dengan prinsip Ahimsa karma, termasuk didalamnya menyakiti hati orang lain atau atau agama orang lain yang niatnya tidak baik, maupun kata – kata yang kasar, pedas dan mengupat. Bila perbuatan ini terjadi maka terhambatlah usaha untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama.

Pengembangan Kerukunan Yang Berwawasan Multikultural.
Weda sebagai kitab suci agama hindu diyakini bersumber dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang diwahyukan melalui pendengaran suci para maba rsi pada zaman dahulu. Weda diyakini oleh umat hindu sebagai “ anadi – ananta “ yakni tidak berawal.atau tidak diketahui kapan diturunkan dan berlaku sepanjang zaman. Agama hindu adalah agama yang mengajarkan ajaran yang universal. Ia memberikan kebebasan kepada penganut – penganutnya untyuk menghayati dan merasakan sari – sari ajarannya. Penganut hindu tidak hanya menghafalkan apa yang diajarkan kitab sucinya tetapi juga menerapkannya dalam aspek kehidupan sehari – hari. Dengan sifatnya yang universal, maka agama hindu bukanlah agama untuk satu golongan atau bangsa saja. Semua ajaran hindu bernafaskan weda., walaupun seringkali dalam bentuknya yang lain. Semangat ajaran weda meresapi seluruh ajaran hindu. Ia laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai – suangi yang panjang, sepanjang abad melalui daeraha – daerah yang sangat luas. Karena panjangnya masa, luasnya daerah yang dilalui, wajahnya dapat berubah namun intisari ajarannya selalu sama. Pesan – pesan yang disampaikan adalah kebenaran abadi yang berlaku kapanpun dan dimanapun berada.
Dalam agama hindu antara agama dan kultur ( budaya ) masyarakat terjalin suatu hubungan yang selaras dan saling mempengaruhi. Karena tidak jarang dalam dpelaksanaan agama terkait dengan pelaksanaan budaya masyarakat setempat. Apabila kita menoleh kembali pada awal masuknya hindu ke Nusantara, maka jelas bagi kita bahwa hindu membawa misi yang damai tanpa merusak budaya masyarakat yang dilaluinya, namun hindu dapat memperkaya nilai - nilai budaya setempat, sehingga ajaran hindu dengan mudah dapat diserap dan dapat berkembang serta mencapai puncak kejayaannya pada kejayaan kerajaan maja pahit di jawa timur. Tumbuh dan berkembangnya budaya suatu daerah dapat dijadikan sebagai warna tersendiri sebagai lapisan paling luar dari agama hindu, namun inti dari keyakinan hindu itu sendiri tetap sama pada setiap daerah. Kalau dilihat dari fakta sejarah, wujud dari budaya agama itu dari zaman ke zaman mengalami perubahan bentuk, namun tetap memiliki konsep yang konsisten artinya prinsip ajaran agama itu tidak berubah yaitu bertujuan menghayati Ida Sang Hyang Widi Wasa itulah yang mengilhami tumbuh dan berkembangnya budaya agama dan ini pula yang melahirkan variasi bentuk budaya agama. Penghayatan kepada tuhan dapat dilakukan dengan mengembangkan nilai – nilai budaya. Dan salah satu pola yang dikembangkan adalah melalui budaya agama. Budaya agama dikembangkan lagi melalui pendalaman sastra – sastra yang dituli8s oleh para tokoh –tokoh agama ( Para Maha Rsi, para Rakawi, Bhagawan dll ) yang bersumber dari kitab – kitab weda. Budaya agama melahirkan upacara agama. Dengan pelakdsanaan budaya agama maka dapat dikembangkan nilai – nilai kerukunan, baik kerukunan intern umat beragama maupun kerukunan antar umat beragama.
Dalam kata sambutan Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada pembukaan Pesta Kesenian Di Bali ( PKB 27 ) hari sabtu 17 juni 2005. Presiden mengingatkan para generasi muda untuk tidak merasa rendah diri dalam mewarisi dan mengembangkan nilai – nilai tradisional yang ada dimasyarakat. Lebih lanjut dikatakan “ jangan merasa rendah diri dengan warisan tradisi, meski kita tengah berhadapan dengan aneka perkembangan global belakangan ini “. Kesenian yang bersumber dari tradisi harus terus dapat diperthankan, digali dan dikembangkan ditengah – tengah arus modernisasi dan globalisasi yang terus melanda dunia. Namun presiden juga mengingatkan, dalam upaya mempertahankan nilai – nilai tradisional yang ada hendaknya hal itu tidak menjadi penghalang masyarakat Indonesia untuk berkembang kearah modern dan maju. Masyarakat hendaknya tetap bisa menjadi masyarakat modern dengan berpijak pada warisan tradisi yang tumbuh dan berkembang diseluruh Nusantara. Dengan cara itu kita dapat menunjukkan kepada masyarakat dunia apa yang menjadikan cita – cita sebagai bangsa yang beradab yang menjunjung tinggi dan menghormati nilai – nilai taradisional sebagai warisan dari kemanusiaan sejagat.
Terakhir kami petikkan satu bait sastra hindu yang mengungkapkan bagaimana seorang pemimpin yang benar – benar menjadi suri tauladan ditengah – tengah rakyat dan bangsa. Kakawin ramayana sargah 1.3 yang artinya :
Amat budiman ( utama ) sang raja dasaratha

Memahami benar isi weda dan sangat bhakti kepada tuhan
Tak pernah lupa memuja leluhurnya.
Sangatlah mencintai ( sayang ) kepada seluruh keluarganya.
Dari petikan bait tersebut saja sudah banyak kita dapatkan nilai - nilai hidup yang bermutu tinggi dan bernilai universal. Seorang raja yang demikian sibuk dan besar tanggung jawabnya selalau meningkatkan mutu dirinya dengan mendalami kitab suci, melaksanakan sujud bhakti kepada tuhan dan para leluhur dan tidak kurang pula perhatiannya kepada pembinaan dan pendidikan kepada sekluruh keluarga dan rakyatnya. Demikian jugalah hendaknya yang harus dilakukan oleh seluruh umat manusia, sehingga kerukunan kita harapkan bukan hanya sekedar kerukunan yang semu dan hanya dimulut tetapi lebih diekspresikan didalam hidup dan kehidupan ini. Semoga dengan semakin meningkatnya kegiatan seperti yang kita laksanakan ini, kerukunan semakin dalam dan cita – cita bersama dapat diwujud nyatakan di dalam hidup ini.
Berbuat Baik untuk Leluhur dan Keturunan
________________________________________
Dasa puuvaanparaan vamsyan
Aatmanam caikavim sakam
Braahmiputrah sukrita krnmoca
Yedenasah pitr rna
(Manawa Dharmasastra III.37).

Maksudnya:
Seorang anak yang lahir dari Brahma Vivaha, jika ia melakukan perbuatan baik akan dapat membebaskan dosa-dosa sepuluh tingkat leluhurnya dan sepuluh tingkat keturunannya dan ia sendiri yang kedua puluh satu.

SLOKA Manawa Dharmasastra ini memiliki makna yang sangat luas. Untuk menyelamatkan leluhur dan keturunan harus dimulai dari melakukan perkawinan dengan cara yang terhormat. Perkawinan Brahma Vivaha adalah jenis perkawinan yang paling terhormat. Di samping dilakukan dengan landasan cinta sama cinta yang juga sangat penting dilakukan dengan pertimbangan kerohanian yang dalam.

Kalau dari perkawinan ini melahirkan putra dan putra itu berperilaku dan berbuat baik maka perbuatan baik itu akan dapat membebaskan dosa-dosa leluhur dan keturunannya, di samping diri sang putra sendiri. Perbuatan baik yang bagaimana dapat menyelamatkan membebaskan leluhur dan keturunan tersebut. Dalam Narada Purana disebutkan nasihat Dewa Yama kepada Raja Bagirata yang ingin membebaskan dosa-dosa leluhurnya yang pernah menghina dan menyiksa Resi Kapila yang sedang bertapa.

Salah satu nasihat Dewa Yama kepada Raja Bagirata adalah dengan jalan melanjutkan cita-cita suci dari leluhur. Cita-cita suci leluhur itu tidak semata-mata melakukan meditasi atau Dewasraya. Tetapi, dengan melakukan perbuatannya nyata seperti menjaga tetap lestarinya Sarwaprani (tumbuh-tumbuhan dan hewan). Menolong mereka yang sedang susah dan menderita. Membuka lapangan kerja bagi masyarakat yang memiliki keahlian dan keterampilan. Membangun pasar, tempat peristirahatan, menghormati mereka yang berjasa, dan menegakkan keadilan, serta memelihara tempat pemujaan, dst.

Dengan perbuatan baik itulah leluhur akan bebas dari dosa dan kemudian keturunan mendapatkan keselamatan. Untuk memelihara dan melestarikan tumbuh-tumbuhan dan hewan leluhur umat Hindu di zaman lampau meninggalkan warisan konsep kawasan suci. Kawasan suci itu disebut Alas Angker, Alas Rasmini atau Alas Arum. Salah satu cara melestarikan kawasan suci tersebut dengan membangun tempat pemujaan sederhana dengan areal yang tidak luas. Tempat pemujaan di hutan itu tidak perlu didatangi oleh banyak umat. Umat yang datang ke tempat pemujaan di hutan itu hanyalah orang-orang yang terpilih yang memang benar-benar bertujuan untuk melakukan pemujaan yang tulus. Bukan untuk rekreasi atau untuk mereka yang berkaul yang memohon atau melestarikan jabatan, mohon memenangkan tender proyek dan tujuan-tujuan duniawi lainnya. Karena itu, banyak leluhur kita di masa lampau meninggalkan hutan-hutan yang disebut alas angker. Di Bali banyak hutan yang distatuskan sebagai Alas Angker.

Tetapi, sekarang sudah banyak yang dirusak ditebangi pohon-pohon yang berfungsi sebagai waduk menahan air. Di Pulau Jawa pun masih banyak ada peninggalan Alas Angker seperti misalnya Alas Purwa di Jawa Timur. Alas Purwa ini juga merupakan peninggalan leluhur di masa lampau sebagai Alas Angker.

Arti hutan yang distatuskan sebagai Alas Angker oleh leluhur di masa lampau bertujuan menjaga hutan dengan menstatuskan hutan itu sebagai hutan yang keramat. Hutan yang disebut Alas Angker itu karena tempatnya dikeramatkan. Di sana tentu banyak vibrasi kesucian yang tersembunyi di balik lebatnya pepohonan di hutan tersebut. Oleh karena itu, orang-orang yang memiliki kepekaan rohani akan sangat tertarik untuk datang ke tempat-tempat yang seperti itu. Kita tentunya sangat mengharap siapa pun boleh datang ke hutan yang angker seperti itu, cuma yang perlu dijaga adalah niat suci dan tulus ikhlas. Janganlah datang dengan tujuan untuk rekreasi duniawi atau memanjatkan permohonan yang Rajasika dan Tamasika.

Kalau Alas Angker tidak lagi memancarkan keangkerannya maka orang-orang yang berniat jahat seperti pencuri kayu hutan akan tidak merasa takut datang ke hutan yang sudah merosot keangkerannya. Di sinilah kita tidak melanjutkan konsep Alas Angker yang ditinggalkan oleh leluhur kita. Kalau ini sampai terjadi tinggal kita menunggu balasannya. Balasan itu akan menyengsarakan rakyat seperti hutan gundul, banyak pohon yang tumbang, sumber air menghilang, udara terpolusi, cuaca menjadi makin panas.

Dari alam yang rusak itu manusia tinggal memetik buah penderitaan darinya. Dengan merusak alam seperti itu, leluhur dan keturunan pun tidak akan terbebaskan dari dosa-dosanya. Kita bersyukur kepada umat di Jawa Timur yang makin sadar untuk menjaga keangkeran hutannya seperti umat Hindu di Alas Purwa. Semoga hutan-hutan berserta isinya dijaga dengan cara niskala diikuti dengan cara-cara yang sekala yaitu dengan langkah nyata melestarikan hutan tersebut.
Mengunjungi Pura
________________________________________
BERSEMBAHYANG bisa di mana saja. Di kamar bisa, di ruang tamu dengan menggelar tikar, juga bisa. Di ruang kelas pun bisa, terutama buat pelajar. Bersembahyang di kamar kerja, bagi pegawai negeri dan karyawan swasta, juga sudah biasa dilakukan di kota-kota besar. Kalau di luar ada suara hiruk pikuk yang mengganggu konsentrasi, saya biasanya memutar kaset tabuh gong atau kidung yadnya. Tujuannya adalah membawa pikiran pada satu fokus yang paling memungkinkan untuk mencapai suasana religius.

Kalau bersembahyang bisa di mana saja, asal jangan di perempatan jalan yang lagi ramai lalu lintasnya, untuk apa mengunjungi pura? Kenapa umat berduyun-duyun pergi ke pura tri kahyangan pada saat hari raya Galungan yang lalu? Kenapa Pura Luhur Batukaru penuh sesak pada saat Manis Galungan yang lalu? Dan apa pula penyebabnya umat berbondong-bondong datang ke Kintamani, bukan untuk melihat Danau Batur, tetapi bersembahyang ke Pura Ulun Danu pada Purnama Kedasa, Jumat kemarin? Suasana ramai dan meriah itu akan terulang kembali pada minggu depan, Senin Kliwon di Pura Dasar Gelgel dan Sabtu Kliwon di Pura Sakenan.

Jelas ada daya tariknya kenapa pura dikunjungi. Yang pertama-tama dalam pikiran masyarakat tradisional adalah pura itu "tempat tinggal" Sesuhunan, Dewa, Bethara, Hyang Widhi. Mereka tak perlu lagi memerinci apa beda Dewa, Bethara, dan Hyang Widhi itu. Kebanyakan umat hanya tahu ke pura untuk bersembahyang, tak menghiraukan dengan teliti apakah persembahyangan itu di depan meru, bale gedong, atau padmasana. "Sembahyang untuk memuja Tuhan," kata keponakan saya yang baru kelas dua SD. Bagi dia sama saja, bersembahyang di merajan, di Pura Puseh, di Pura Mekori, di Pura Ulun Danu Batur, semuanya memuja kepada Tuhan.

Baru-baru ini anak saya bersama teman-temannya melakukan tirtayatra ke berbagai pura, sebagai rasa syukurnya karena baru saja lulus ujian di Fakultas Teknik Universitas Udayana. Melihat pura yang dikunjungi dan alasannya, saya memastikan pemahaman dia tentang pura dan siapa yang "diam" (berstana) di sana, lebih bagus dari keponakan saya yang kelas dua SD itu. Saya kemudian menyarankan, bagaimana kalau mengunjungi pura (tirtayatra) itu dengan cara-cara yang dikehendaki oleh para leluhur kita, yakni pikiran kita sudah dibawa ke alam keheningan sebelum sampai di pura. Anak saya bertanya, apa maksudnya?

Para leluhur kita mendirikan pura atau meninggalkan warisan tempat suci yang kemudian oleh pengikutnya dibangun pura, lebih banyak di tempat-tempat di mana orang harus melakukan "perjalanan penuh rintangan" sebelum sampai ke pura itu. Pura Ulun Danu Batur, sebagaimana namanya, berada di pinggir danau, yang dahulu kala harus dicapai dengan berjalan kaki di terjal-terjal. Pura Lempuyang dibangun di puncak gunung, di mana orang harus datang ke sana melewati jalan yang kiri kanannya tebing curam. Pura Sakenan berada di tengah pulau, dan umat yang datang harus naik perahu atau berjalan kaki dengan memperhitungkan naik turunnya air laut. Begitu pula Pura Tanah Lot berada di karang yang dipisahkan dengan air laut yang kadangkala bisa pasang. Apa yang dimaui para leluhur kita di masa lalu itu? Kenapa tidak membangun pura di tempat pemukiman biasa saja, seperti Mpu Kuturan menganjurkan membuat pura tri kahyangan dan "pura modern" seperti Pura Jagatnatha?

Jawabnya adalah para leluhur itu ingin umat yang datang menyadari adanya "rintangan" dalam perjalanan itu. Dengan adanya "rintangan" itu, umat sudah terkonsentrasi untuk mendekatkan dirinya kepada Hyang Widhi atau leluhur kita yang sudah menyatu dengan Hyang Widhi, yang akan kita sembah di sana. "Rintangan" itu tak lain adalah cara tak langsung untuk melakukan japa dan juga samadhi, sehingga begitu sampai di pura, pikiran otomatis sudah terfokus dan persembahyangan langsung bisa dimulai.

***

SEKARANG "rintangan" itu sudah dihilangkan oleh manusia-manusia modern. Pulau Serangan di mana Pura Sakenan berada sudah menyatu dengan Bali. Orang datang naik mobil dan motor, menderu-deru sampai depan pura. Lalu bertengkar dengan tukang parkir, atau mengumpat karena mobilnya keserempet, atau ngedumel karena parkirnya susah, dan langsung masuk pura. Pikiran apakah yang dibawanya ketika berada di jeroan pura, dan langsung dituntun bersembahyang? Pikiran yang masih penuh marah, pikiran yang masih ngedumel, setidak-tidaknya jauh dari rasa hening. Padahal dulu, ketika saya sekeluarga pergi ke Pura Sakenan dan masih naik jukung, semuanya seperti terpaku hening dan berdoa agar selamat sampai di tujuan.

Beberapa tahun lalu, saya punya kisah yang bisa dikenang ketika sekeluarga ke Pura Dasar Gelgel pas di hari Pemacekan Agung. Bayangkan betapa ramainya. Anak saya kecil, berdesak-desakan. Ada yang mendorong dari belakang, istri saya yang melindungi anak saya, kena sikut mukanya. Ia menegor lelaki yang menyikutnya. Lelaki itu tersinggung dan marah, lalu istri saya ikut marah. Apa yang saya lakukan? Saya menarik tangan istri saya dan anak saya ke luar dari kerumunan, lalu duduk di bale gong. Anak saya bertanya, kenapa mengaso? Saya jawab, apa gunanya bersembahyang ketika pikiran masih dipenuhi rasa marah dan dendam. Kami istirahat sejenak, mendengarkan bunyi gamelan, setelah pikiran tenang baru masuk ke jeroan.

Sekarang ini pengaturan masuk di Pura Dasar Gelgel di hari Pemacekan Agung sudah berlapis tiga dan mulai tertib. Tetapi masih saja ada dorong-mendorong, dan ada maki-makian di antara pengunjung. Suasana seperti ini hampir terjadi di setiap pura kalau ada pujawali besar. Termasuk Pura Besakih. Penyebabnya adalah kawasan suci pura sudah makin sempit. Dan manusia-manusia modern sudah mempersempitnya lagi dengan memberikan akses masuk bagi kendaraan, pedagang, dan sebagainya ke lokasi paling dekat pura. Akibatnya, umat ke pura selalu dalam posisi grasa-grusu (tergesa-gesa dengan cara sembrono).

Sudah saatnya umat diberikan pengertian hal yang paling mendasar, seperti bagaimana etika mengunjungi pura, dan siapa yang dipuja di pura itu. Jika perlu siapkan buku sejarah pura itu yang bisa dijual. Pura besar di Bali termasuk Pura Ulun Danu semuanya punya sejarah, dan ini harus diketahui umat. Kalau tidak, akan muncul generasi mula keto jilid dua: generasi yang tak bisa menjelaskan apa-apa mengenai ritual dan agamanya sendiri.

Sabtu, 25 April 2009

please open the link below

kadek

Senin, 06 April 2009

Minggu, 05 April 2009

Program Counter

Program, atau PC (disebut juga pointer instruksi atau instruksi mendaftarkan alamat atau hanya bagian dari instruksi sequencerdi beberapa komputer) adalah daftar prosesor yang menunjukkan tempat komputer ini dalam urutan instruksi. Tergantung pada rincian tertentu komputer, PC memegang baik alamat instruksi yang sedang dijalankan, atau alamat instruksi berikutnya yang akan dijalankan.

Dalam kebanyakan prosesor, yang merupakan instruksi pointer incremented secara otomatis setelah mengambil sebuah program pengajaran, sehingga petunjuk biasanya diambil dari memori secara berurutan, dengan instruksi tertentu, seperti kantor cabang, melompat dan subroutine panggilan dan kembali, interrupting urutan dengan menempatkan nilai baru dalam program counter.

Melompat seperti petunjuk membolehkan alamat baru yang akan dipilih sebagai awal dari sebelah bagian dari aliran instruksi dari memori. Mereka membolehkan nilai baru yang akan diambil (tertulis) ke dalam program counter mendaftar. J subroutine panggilan yang dicapai cukup lama dengan membaca isi dari program counter, sebelum mereka ditimpa oleh nilai baru, dan disimpan di suatu tempat lain dalam memori atau mendaftar. J subroutine kembali kemudian menulis dicapai oleh nilai yang disimpan kembali ke dalam program counter lagi.

Bekerja dari sebuah program sederhana counter

Di pusat pengolahan unit (CPU) dari komputer yang sederhana berisi hardware (unit kontrol dan upacara ucapan alu) yang melaksanakan petunjuk tersebut, seperti yang diambil dari memori unit. Sebagian besar instruksi siklus terdiri dari CPU mengirim alamat pada bus alamat, ke memori unit, yang kemudian merespon dengan mengirimkan isi dari lokasi memori yang meliputi data, pada data bus. (Hal ini sangat sibuk dengan ide yang disimpan-program komputer yang dieksekusi dalam petunjuk disimpan di samping biasa data dalam memori unit, dan oleh itu sama dengan

PC hanyalah satu dari sekian banyak mendaftar di hardware dari CPU. Itu, seperti masing-masing register lainnya, terdiri dari bank dari biner latches (a binary memalangi juga dikenal sebagai tiba-tiba), dengan satu flip-flop bit per dalam integer yang akan disimpan (32 untuk 32-bit CPU, misalnya). Dalam hal PC, yang merupakan integer alamat dalam memori unit yang akan diambil berikutnya.

Setelah data (dengan instruksi) telah diterima pada data bus, PC adalah incremented. Dalam beberapa CPU ini dicapai dengan menambahkan 000 .. 001 ke isinya, dan hasilnya menjadi latching register harus isi yang baru, pada kebanyakan CPU, though, PC diimplementasikan sebagai register yang internal kabel sehingga dianggap sampai ke nilai berikutnya ketika sinyal tertentu akan diterapkan ke luar [7]. Such a register , in electronics, is referred to as a binary counter , and hence the origin of the term program counter . Seperti mendaftar, dalam elektronik, yang disebut sebagai binary counter, dan dengan itu asal istilah program counter.

semua sifat yg dpt meliputi program counter

Keberadaan program counter dalam CPU telah mencapai jauh konsekuensi pada cara kita berpikir ketika kita program komputer, dan memang program counter (atau setara blok perangkat keras yang melayani tujuan yang sama sangat pusat ke arsitektur von Neumann.

Itu membebankan ketat sequencial memesan pada mengambil dari instruksi dari memori unit (yang aliran kontrol), bahkan di mana tidak ada sequenciality ini diterapkan oleh algoritma itu sendiri (yang von Neumann kemacetan). al ini mungkin mengapa penelitian menjadi model untuk komputasi paralel dianggap pada satu titik, tidak lain von Neumann atau dataflow model yang tidak menggunakan program counter. Misalnya, pemrograman fungsional bahasa yang berharap banyak pada tingkat tinggi, dengan combinatory logika di tingkat assembler. Bahkan kemudian, sebagian besar peneliti ini emulated di microcode konvensional komputer (karenanya masih melibatkan sebuah program counter dalam hardware), tetapi, sebenarnya, combinators sangat sederhana, mereka bisa, pada prinsipnya dilaksanakan secara langsung pada perangkat keras tanpa kembali ke microcode counter atau program sama sekali.

Akhirnya, mencari hasil penelitian yang makan kembali, sebaliknya, menjadi cara untuk meningkatkan pelaksanaan kecepatan prosesor konvensional. Cara yang ditemukan untuk mengorganisir di luar aturan pelaksanaan, sehingga untuk mendapatkan informasi yang sequencing yang tersirat dalam data. Selain itu, pipa dan sangat panjang instruksi kata organisasi diizinkan compiler untuk mengatur beberapa perhitungan yang akan berangkat bersama. Pada awal setiap instruksi pelaksanaan, tetapi, instruksi yang harus diambil dari memori, dan ini dimulai oleh sebuah instruksi fetch siklus yang picks alamat, satu per satu, dari program counter.

Bahkan bahasa pemrograman tingkat tinggi yang memiliki program-counter konsep berurat berakar mendalam dalam perilaku mereka. Anda hanya perlu untuk melihat bagaimana programmer debugs atau mengembangkan program komputer untuk melihat bukti ini, dengan pemrogram menggunakan jari untuk menunjuk ke baris berturut-turut dalam program untuk model langkah-langkah pelaksanaannya. Memang, sebuah bahasa pemrograman tingkat tinggi yang tidak kurang daripada assembler bahasa tinggi mesin virtual sebuah komputer yang akan terlalu rumit untuk biaya-efektif untuk membangun secara langsung dalam perangkat keras, sehingga adalah melaksanakan, bukan menggunakan beberapa kerang dari pertandingan (dengan compiler atau interpreter menyediakan lebih tinggi, dan microcode menyediakan tingkat bawah).